Minggu, 25 Desember 2011

yoyo

anak ingusan itu bermain yoyo berwarna biru. kupikir yoyo itu melayang sendiri. wow, anak ini punya sihir. ternyata tidak -- benangnya terlalu bening sehingga aku terlihat bodoh duduk termangu dihadapannya yang tersenyum menang sambil mengelap ingusnya.

'mau saja aku dibodohi anak kecil...' umpatku sambil bangkit dan berjalan pulang ke rumah -- gontai. kukira yang tadi itu sihir. ah.

ketika

ketika mengulang pertanyaan yang sama bukan menjadi hal yang konstan
ketika diam memberi banyak waktu untuk mendengar detak jantung masing-masing
ketika sebuah titik dapat bermakna penting dalam sebuah surat singkat
ketika aku tak pernah tahu apa yang ada di otakmu
ketika aku berusaha menancapkan webcam ke hatimu -- agar aku selalu tahu
ketika tolehanmu pada tusuk gigi pun buatku cemburu
ketika alam begitu menyayangimu hingga bungkus rokokmu terjatuh ke kubangan
ketika sore pukul empat langit itu berwarna merah pastel
ketika kau bertanya 'kenapa' menjadi lebih cukup dari semua penghiburan yang ada
ketika sebuah pelukan erat menjawab banjiran air di pipi dan hidung
ketika perasaan akan segera kehilangan menjadi yang tersedih yang pernah ada
ketika memutuskan untuk pergi lebih dulu adalah hal terberat yang harus terjadi
ketika aku tidak bisa berkata bahwa............ ah sudahlah, sampai bertemu saja.

Senin, 12 Desember 2011

menjumpai adik adik

hari itu panas sekali, aku menggendong tas berisi kamera, botol bir, kacang, dan sebungkus coklat. bersama teman-teman, aku mengunjungi kerangkeng demi kerangkeng -- atau ada yang berserak di luar -- adik adik nan lucu yang rindu kampung halaman. satu persatu kupandangi dan kutanya dalam hati, bahagiakah kalian saat ini?
tutup telinga

namanya boti -- menggebuk kaca kalau marah

segitunya minta kacang

zebra ini giginya gatal -- lalu digaruk dengan pagar

ini juga adik yang kutemukan di sana. ijk.
setelah mandi air asin, dan lensa kamera berembun minta pulang, aku menumpang teman kemudian pergi meninggalkan adik adik yang hampir manja -- yang selalu minta kacang... sampai ketemu lagi sayang. :*

Rabu, 07 Desember 2011

tentang siapa

dia itu si manja yang senang naik taxi -- ketimbang angkutan umum yang panas meski warnanya oranye belel. pertama kali lihat terkesan seperti wanita sok tomboy dan sok marah, padahal hatinya selembek krecek rebus dalam gudeg. dia yang menghabiskan lembar lembar tissue karena berjalan dari halte stasiun menuju kampusnya yang dekat namun terik. hanya ingin makan enak dan harus beli sesuatu ketika berada di mall. senang menangis karena sulit marah, namun moody. kata beberapa yang lain, apa yang ingin dikatakan ada di mukanya, mata terbelalak, senyum segitiga, bibir love, manusia seribu ekspresi. baginya, boots adalah misteri yang harus dipecahkan dengan membeli satu demi satu. bercita-cita ingin memakai piyama handuk namun belum pernah diperbolehkan punya, kenapa gak beli sendiri ya? dia membenci lagu yang menyebut namanya sendiri -- karena seperti menyerang perlahan. dia ingin dianggap adik oleh semua orang namun menganggap semua hewan adalah adiknya -- kecuali serangga dan ikan lele. dia yang marah ketika hanya mendapat nilai 80, batak dan ambisius. playlist sedihnya 90:10 dengan lagu jedak jeduk. dia yang ketika ingin menuliskan perasaannya kemudian terhenti, lalu membuka blog ini dan memilih untuk menuangkannya di sini -- setidaknya tidak semua orang membaca dan tahu dia siapa, untuk siapa, kenapa, untuk apa. biarlah menjadi misteri, seperti boots yang terpajang di etalase saat musim dingin.

gergaji mesin

buat saya tidur perlahan dengan gergaji mesin ditanganmu yang semula kau bilang ingin menggunting kukuku. kemudian aku melihat tangan kananku menghilang. tapi tidak sakit karena aku memandangmu, meski titik titik hujan perlahan muncul memenuhi pandanganku. kau tersenyum teduh dan menggenggam tangan kiriku -- satu-satunya tanganku. gergaji mesinmu memotong kedua kakiku sehingga tubuhku terjatuh lemas dan menunggu waktunya tiba. kupikir kau akan membunuhku di tempat, ternyata membiarkan mentalku perlahan mati dan akhirnya aku memutuskan untuk membunuh diri -- dengan gergaji mesin yang kau sisakan di samping ketika aku terbangun. Sialan kau.

Rabu, 30 November 2011

intermezzo V

"Berceritalah yang banyak, agar kau menemukan sendiri jawabannya." - muka di depan cermin

baik saja

ada misteri di balik dinding yang terus menerus basah -- cat mengelusnya setiap hari namun selalu muncul rembesan yang menjengkelkan. misteri yang kupandangi setiap mendengar lagu sedih. mengapa langit bisa berwarna abu-abu seturut perasaanku? aku berlari tak tahu kemana sambil menutup mata. baju hitamku terkoyak oleh sesuatu yang tajam, mungkin kaca atau kata-katamu. aku bernyanyi seadanya sambil memayungkan mata yang setengah basah. dimana? tidak tahu. yang penting tidak ada kamu.

mengapa setiap menulis aku tidak tahu apa yang ingin kutulis kemudian setelah menekan spasi aku berbalik lagi ke kata sebelumnya, 'kau mau bicara apa sih, bodoh..' umpatku sendiri.

sebuah mimpi yang indah terjadi ketika langit tungsten dan aku memeluk Ayah dari belakang, yang tengah membaca buku Pramoedya Ananta Toer di joglo rumah kayu dan sayup sayup angsa bernyanyi. mimpi yang sempurna ketika kami bersama-sama makan mangga, Ayah mengupasnya untukku, dan kami membicarakan masa depan -- aku pura-pura pintar dan menanyakan apa saja padanya, dan ia menjawab dengan improvisasinya. Ayah, yang dulu ingin sekali kuliah filsafat, ingin aku masuk filsafat, dan sekarang ingin pensiun sambil melanjutkan kuliah menjadi filsuf. diamnya memberikan pengetahuan. senyumnya memancarkan jiwa raganya yang ia berikan hanya untuk keluargaku. hanya untuk aku. tidak pernah mengeluh -- cuma sesekali meminta digaruk punggungnya.

ketika suatu hari aku terjatuh lemah dan mengaku pada Ayah, ia mengangkatku tinggi-tinggi dan mengajakku untuk menangis bersama. Ayah yang diam dan menyukai kayu, berjanji bahwa semuanya akan baik saja. Dan kita bisa duduk bersama lagi, kali ini aku yang diminta mengupas mangga. Uluran tangannya kubalas dengan isak tangis tak berdaya, isak tangis bersyukur. Sungguh seorang Ayah yang begitu manis dan penuh perhatian, hanya ingin hidup untuk menghidupi anak-anaknya, untuk melihat kami bahagia, untuk menghalau ketakutan yang tidak ingin kulihat............ untuk menjadi Ayahku yang hebat.

dinding ini semakin merembes begitu kuat, Ayah. aku sedang menunggu datangnya hari Jumat dan semuanya akan baik saja. kali ini aku berjanji untuk diriku sendiri, untuk kita.

Kamis, 24 November 2011

langit-langit susu

aku sedang bersembunyi di dasar cangkir, menunggu langit-langit susu muncul. ketika kerutan semakin tebal aku berenang ke permukaan dan melahap lelangitan tanpa ragu. terlalu banyak dan terlalu membuai -- aku mabuk. pipiku menggembung dan perut mengendur. aku tak bisa keluar cangkir! tidak boleh menangis, nanti makin sulit bernapas. :(

"yamng ebgnak sbelablu mbudahb mbembubat mbatib..." - teriakku dalam susu

aku diam melihat langit-langit yang terbentuk lagi -- dan kali ini lebih tebal. aku melipat kaki susah payah dan menutup mata, setidaknya sampai leherku sebesar tusuk gigi kayu.

Minggu, 20 November 2011

Life Recorder

Hari Sabtu kemarin, aku dan team yang menamai kelompok kami 'Adsmith' (pengrajin iklan -- seperti Blacksmith dan Wordsmith) menampilkan video ini di depan Dosen kami untuk tugas Ujian Tengah Semester. Video iklan layanan masyarakat ini berjudul Life Recorder. Sila ditonton.



http://www.youtube.com/watch?NR=1&v=uJ3QIY_ZZ9U

Anak remaja yang kurang menghargai waktu bersama dengan ibunya biasanya sibuk beraktivitas di luar rumah, sedang hangat-hangatnya membangun persahabatan atau geng di sekolah, pacaran, atau menjalankan hobby yang mempererat hubungan dengan teman-temannya. Bagaimana hubunganmu dengan ibumu sekarang? Detik terus berjalan dan manusia semakin senja. Dengan memanfaatkan sisa waktu yang ada, setidaknya dapat membantu memperlambat jalannya waktu karena dirasakan sungguh-sungguh.
Mungkin sekarang masih ada, masih berteriak karena kau belum mandi, atau tidak mau mencopot celana jinsmu. Tapi sadarlah, waktumu dengannya tidak lama. Pasti ada saat itu. Manfaatkanlah waktu bersamanya, sebaik mungkin. :)

Minggu, 16 Oktober 2011

fermentasi

ketika akhirnya kau bercerita tentang apa yang kau simpan, sebuah fermentasi untuk sebuah waktu dapat dinikmati, kau telah menghilangkannya dengan sengaja. anggur terbaik itu, kandungan alkoholnya perlahan hilang, aromanya tersebar di seluruh kota. semua orang tahu, dia tak lebih baik dari air cucian piring. lalu mereka tertawa, meremehkan rahasiamu.

mereka sudah tahu apa yang kau simpan, yang kau diam-diam perhatikan di dalam kamarmu, selama bertahun-tahun, sambil pura-pura menjadi orang biasa. mereka sudah sangat tahu, dan kau kalah.

aku tidak mau. ini belum terjadi.
ketika lebih baik aku menjaga fermentasi itu sendirian, biar aku yang merasakan sendiri prosesnya, diam selama bertahun-tahun dan mencoba tetap tenang, meski berakhir dengan warna merah tua, namun jika sudah siap, aku mampu membuat kau mabuk, lalu kau tidak akan bisa pulang, karena kau terhipnotis, untuk selalu menyodorkan gelas kaca ini padaku. aku tidak menyuruhmu menunggu, pulanglah saja dan kembali bermain. suatu saat aku akan tersenyum bengis sambil membawa sebuah fermentasi mematikan, dan aku akan tertawa melihat kau terbaring manja, di balik penjara kesadaranmu. Haha.

Sabtu, 08 Oktober 2011

batuk

ada yang patah

senyummu

matamu layu dan suaramu sengau. kau memegang perut dan sibuk terbatuk. baju tebal lengan panjang yang kau kenakan siang itu, tak sanggup mendiamkan raungan dibalik leher.

'kenapa kau melihatku seperti itu?' katamu sambil menggaruk-garuk leher.

aku kira masa sulit itu hanya sehari, namun seminggu ini kau bertambah pucat. langkahmu setengah terseret dan terus-menerus pegang jidat, lalu cemberut. di tengah keramaian kau menahan batuk sambil menangis. kau tidak manja, tidak sama sekali. kau ingin teman-temanmu tetap tertawa. kau memilih untuk menangis, menahan batuk. aku gemas.

beberapa kali kulihat kau ke kamar mandi, entah mencuci tangan atau sibuk menangis di sana. sayang kita tidak bisa masuk ke kamar mandi yang sama, kecuali jika rambutku terurai panjang dan pakai sepatu bakiak oranye. aku ingin tahu, kenapa saat kembali ke kelas matamu setengah basah dan hidungmu merah? kau sakit?

ya, kau sakit. dan kau diam saja. kau menggeleng ketika kutawari es limun, kau pasti sedang sakit! es limun kan enak sekali, aku tahu kau suka. sudahlah, jangan berbohong!

tapi jika itu pilihanmu-atau mungkin kau malu, ya sudah, aku akan tetap memperhatikan di belakang kursimu, menghitung berapa kali kau ijin ke kamar mandi, melihat gerak-gerikmu saat kau terbatuk, dan terus menerus membawa es limun-untuk kita seruput bersama.

jika besok aku menyodorkan es limun padamu dan kau mau minum, artinya kau sudah sembuh. cepat sembuh, dong.

Jumat, 23 September 2011

gambar

selamat tinggal gambar yang tak berdetak
tersenyum statis, tak mau bicara
tempatmu memang di dalam pigura
yang dipajang di dinding, lalu dibicarakan tamu-tamu yang kehabisan cerita.

dadah.

sungguh, dadah.

Rabu, 21 September 2011

lompat tali

jangan paksa aku melompat. aku sulit bernapas, sibuk menghindari tali yang kau putar. tolong berhenti. aku hanya ingin tidur siang, dan lupa kalau kau adalah teman, yang senang membuatku keringatan.

Sabtu, 17 September 2011

terimakasih

atas senyuman yang tersungging setelah aku marah
tangan mengulur saat terpuruk malu
pelukan hangat kala badai menusuk tulang hampir mati

yang terlalu baik ini membuatku bingung

kenapa mau?

tapi terimakasih banyak
mari bergandengan dan saling bantu berdiri jika terjatuh
sampai tua sampai gigimu ompong semua

Intermezzo IV

"Kak, kenapa matamu abu-abu, tapi kau terus tertawa?"

"Tuntutan hidup, Dik. Jika tidak, krayonku patah semua."
kamu dan aku
meniup dandelion liar
dan kincir angin merah
pakai rok bunga-bunga
dan kamu pakai kemeja
kita tertawa
di kolong langit yang hangat
hari itu sangat tungsten
krayonku bertambah satu
merah tua

Minggu, 11 September 2011

aku, ayah, ibu, dan waktu

jika manusia dalam suatu rentang waktu dibatasi | aku hanya ingin hidup di masa ini | bersama orang tuaku yang manis dan hangat | saling berpelukan dalam selimut coklat tua | pintaku | jangan sekarang dulu | panggil aku terlebih dulu | inginku | dari mata terbuka hingga tutup usia | masih bersama ayah dan ibu | kesayangan | berpelukan selama Tuhan mengijinkan | berikan waktu yang banyak | ya Tuhan?

untuk langit

langit kesayangan,

jangan hujan dulu
gaun merahku sedang dijemur
untuk dikenakan saat menikah nanti

banyak yang akan datang
mengangkat gelas dengan riang
menari dalam tawa yang memabukkan

saatnya akan datang
bersabarlah jangan hujan
aku tidak mau pasanganku pergi
karena gaunku luntur tak merah lagi

tolong langit
mereka harus datang
berdiri dan tepuk tangan
menyambut kebahagiaan
saat rangkaian bunga kulemparkan

jangan sampai hujan datang..

Sabtu, 10 September 2011

pagi, hujan, dan spons

aku berteduh di balik hujan, pepohonan yang ramah menyuruhku menunggu lelehan air dari langit berhenti memukau semesta. hari itu aku hanya memakai celana pendek dan kaus tipis, lupa pakai alas kaki. aku senang sendiri menunggu di tempat seperti ini, setidaknya aku bisa berpikir sebentar-tentang apa saja. tentang masa depan nanti, tentang yang pernah dilewati, tentang apa yang muncul di mimpi, tentang arti menunggu, atau tentang patah hati. tanganku membelai putri malu yang tumbuh di balik batu, mereka menunduk dengan kemayu.
perutku bergetar, oh aku lapar. pagi tadi saat bangun aku langsung berlari kesini, aku ingin mengejar matahari pagi yang mungkin bisa kudapatkan baik-baik di sini. tadi ibu berteriak agar aku melahap roti panggang isi saus jeruk dulu, tapi aku hanya tertawa dan melanjutkan irama kakiku. yah, maaf ibu sekarang aku kelaparan dan langit masih menangis. mungkin jika menutup mata akan melupakan semuanya. gelap, dan biarkan alam yang berbicara.
tiba-tiba kudengar hal yang tak biasa. derap langkah yang besar dan mengguncang. aku pikir ini gempa, namun saat aku membuka mata, tampak pria bertubuh raksasa dari kejauhan. aku mundur, mendekap pohon, itu siapa?
di balik hujan ia terus berjalan. dia membawa sesuatu, sebuah mangkuk coklat yang ditutupi daun maple besar. dia berjalan ke arahku setengah berlari. aku mulai pasrah dan mata tak mau terkatup, menunggu hal besar akan mengubah hidupku. dia sudah tepat di depanku.
matanya berkaca-kaca dan pipinya kemerahan. tangannya mengarahkan mangkuk coklat itu ke depanku. aku mengambilnya sambil setengah tersenyum.
mangkuk ini hangat. sup krim jamur dengan potongan keju di atasnya memenuhi mangkuk ini. dia baik sekali. aku segera menyeruput sup ini, seperti sedang berbaring di kebun ilalang musim panas, hangat sekali.
aku tersenyum pada pria raksasa itu, dan ia membalas tersenyum. ia duduk di sebelahku dan terdiam. kami diam untuk waktu yang cukup lama. entah mengapa terasa begitu nyaman. kami berbicara dalam hati, tentang siapa dia, mengapa ada di sini, apa mimpi-mimpinya, apakah dia suka pada hujan, dan mendengar suara angin di musim semi.
kurasa aku terlalu banyak berkhayal, teman-teman sudah menguap jika kuceritakan mimpi-mimpiku. namun pria ini tidak. ia seolah menunggu sambil terdiam, dengan mata berkaca-kaca dan pipi merahnya. ia hangat, dan menyerap banjiran kata-kataku, seperti spons.
hujan berhenti, langit cerah lagi. mungkin ini saatnya kami pergi. aku memandangnya dan bertanya dalam hati, apa cuma hari ini?
ia mengambil mangkuk coklat dari tanganku. matanya membisikkan sesuatu, "tunggu di pagi hari saat lelehan langit menyapamu, kita akan duduk di sini, bersama rerumputan dan batu yang basah, lagi."

tawa renyah tak bisa kusembunyikan dari hadapannya. dengan telapak kaki penuh tanah basah aku berdiri setengah berlari ke rumah. pagi dan hujan, kembali datanglah. aku ingin memeluk spons itu, dan bercerita, sebanyak-banyaknya.

Jumat, 09 September 2011

jangan

warnanya abu-abu dan terlihat mulai jarang. aku memandanginya sambil minum teh hangat buatan ibu. kumis itu bergerak-gerak seiring bibir ayah yang naik turun bersuara, "kamu ngapain, sen?"

pandangi semua lekat-lekat namun belum terlalu puas, ayahku, yang diam saja jika aku tutup matanya, menurut saja, jika kucubiti pipinya yang sudah turun. dia diam karena sayang atau pasrah, entahlah. aku memeluknya dan mengikutinya kesana kemari berkeliling rumah. punggungnya hangat. bau pengharum pakaian begitu pas berada di kausnya. memang tidak begitu gagah, tapi badannya yang kendur itu menggoda untuk dicubiti, diajak menari. dia tidak marah. dan aku ingin menangis.

mimpi buruk menyapaku beberapa hari lalu. mobil merah marun pulang ke rumah dan kudapati jenazah ayah  di belakang mobil. aku berteriak dan tidak mau mengakui bungkusan kain putih itu ayahku yang tak lagi bernyawa. semuanya ramai dan menangis. aku kacau dan ingin ikut dengannya saja. apa yang akan terjadi jika dia tak ada?

tak bisa peluk punggung hangat, cubit pipi kendur, menari-nari saat andrea bocelli menggaung di radio, tidak ada pura-pura pintar di depan ayah dan membicarakan masa depan sambil memegang buku sajak dari lemarinya. tidak akan ada lagi sampai selamanya. kini aku harus membicarakan masa depanku sendirian, dan menari sendirian. tidak!

di tengah pecahnya keramaian pilu ini, aku melihat sosok transparan ayah yang sedikit kelihatan, tersenyum dari kejauhan seolah ingin berbicara,


"sensen jangan menangis. meski papa udah gak ada, papa akan selalu disampingmu, sayang. baik-baik, ya. yang kuat."

aku tersenyum dengan payah, dan menggeleng. tidak boleh sedih. dia ada disampingku. kematian fisiknya hanyalah kepastian biasa yang akhirnya datang juga. dia sudah menjadi roh abadi, namun tak bisa berinteraksi.


aku bangun. ini pukul tiga pagi, dan lelehan air mata jatuh di sana sini, sakit sekali. aku mencarinya, tapi tidak ada. ayah sedang di rumah satu lagi. mimpi ini karena apa, Tuhan? semoga hanya karena rindu saja.

hari ini pukul sebelas malam, ayah sudah pulang, kutemukan sedang tertidur di kamar, hanya punggung berbalut baju hijaunya yang kulihat.
ikut berbaring tidur, sambil memeluknya lekat.

"jangan pergi dulu, aku masih ingin dekat-dekat........"

Minggu, 21 Agustus 2011

Kebebasan yang Mengekang


Kebebasan yang diharuskan, bukankah berarti tidak bebas lagi? Bolehkah tidak harus bebas atau mengambil sedikit saja kebebasan? Atau melangkah sesuai lini keharusan, dan sekali-kali menengok kiri kanan cari teman?

‘Break the rules!’ atau ‘Think out of the box!’, tindakan yang dilakukan untuk menjadi beda dengan yang biasa dan mematahkan garis hidup yang seharusnya.

Satu, dua, dan banyak orang mulai keluar jalur, aku pun belajar melakukannya. Berpikir untuk mencari yang baru sambil berlagak senang akan hal itu. Namun ternyata semua yang kusanggah membuatku merindu. Aku ingin kembali tidur di dalam kotak yang sudah tersedia sampai usia senja. Di posisi yang hangat, nyaman, dan tenang.

Terlalu lama berpikir keras untuk menjadi sesuatu yang beda membuatku kembali mempertanyakan, untuk apa? Kalau hanya untuk uang, kau bisa memasak dan menjual makananmu di depan rumah, sambil menyisir rambut anjingmu.

“Aku ingin kuliah dan diatur saja. Tidak mau berpikir untuk cari uang.”
Aku ternyata tidak terlalu suka dengan kebebasan. Karena aku tidak suka memilih yang tidak dipilih orang lain, ditinggalkan teman-teman yang bebas mencari impiannya, bekerja apa saja, punya kotak hidup masing-masing yang sulit diajak bertemu lagi, selama-lamanya. Aku ingin bersekolah saja, menjadi orang yang haus untuk diberitahu, bukan menyatakan pengetahuannya demi menyambung hidup. Aku mau berlindung dibalik dagu Ayah yang hangat, dengan kumisnya yang abu-abu, sambil mengenang memori klasik yang terjadi diantara kami, lalu berpeluk erat.

Aku ingin kembali jadi bayi, yang cukup menangis untuk mendapatkan segalanya. Anak perempuan kumal-malas mandi, yang menyisir rambut Barbie di dekat punggung Ibu. Yang belum tahu apa artinya banting tulang, strategi pemasaran, naik pangkat, tetapi sudah kesengsem menonton drama mandarin di televisi.

Tapi kalau begini, aku ingin bertanya lagi, ‘Bagaimana kita tidak dijajah lain negeri?’ jika terus-terusan menolak kebebasan untuk perubahan. Ya, semua orang harus berubah, itu normal. Jika dalam 20 tahun ini aku terus menjadi bayi, mungkin sekarang aku dibingkai dalam museum antik dan dilihat banyak orang, dianggap aneh.

“Kau harus berubah! Pilihlah pekerjaan yang sesuai dengan keinginanmu.”
Andai ada pekerjaan yang tidak akan menjauhkan semua orang tersayang dari pandangan, masih punya banyak waktu, banyak uang, namun tidak diberikan tekanan, dan bahagia.

“Hei kau si banyak mau!”

Semua itu tidak ada. Aku sekarang masih di depan layar kaca, berusaha memikirkan sesuatu yang baru sedari kemarin lusa, namun belum menemukannya. Aku rasa aku hampir gila. Ya sudahlah jalani saja.

Minggu, 14 Agustus 2011

selamat pulang, Xena!

29 Juli 2011

Xena, baskom, dan pil hijaunya (lagi)

Nala

Nala, lahir Oktober 2008
sudah lengkap suntik vaksin
tapi masih seperti bayi
senang menggigit, buang air sembarang
menangis kalau ditinggal
ileran, moody, berisik
bulunya rontok
tapi sampai saat ini masih lucu
dan aku sayang Nala
seperti rubah

pura-pura

pose
mau ikut abang

sama Natmel, menguap
*ketjup

senja terakhir

dibalik jendela kelas E103B, FISIP UI
aku

hari itu Selasa, 21 Februari 2011
hari terakhir aku berusia belasan
19 tahun
aku meminta teman untuk mengabadikan aku dengan senja terakhirku
di balik jendela kelas
dengan senyuman selamat tinggal yang pasrah

dadah, masa remaja.

miskin

Aku mengejar lampu-lampu menyala terang yang membuat pusing. Kakakku menyuruh kami untuk naik jembatan besi yang berbunyi krek krek krek setiap kami melangkah. Di tengah tanjakan aku melihat anak dan ibunya yang menggenggam aqua gelasan sambil menunduk. Langkah selanjutnya kutemukan nenek yang sedang mengelap lelehan air di pipinya dengan baju hitam usang yang dikenakan. Aku terheran lalu merogoh uang di kantong celanaku, dan menemukan selembar lima ribu dan dua puluh ribu. Aku berpikir untuk tidak memberinya karena aku tidak punya recehan. Apalah arti lima ribu untukku? Membeli sebuah minuman berwarna yang buatku cepat mati? 

Aku memasukkan lagi uang-uang 'mahal' ku itu kembali ke celana dan terus melangkah. Banyak barang yang dijaja di sana. Kacamata, buku bajakan, ikat pinggang, amplop untuk lebaran, dan lainnya di sebelah kiri. Di sebelah kanan aku berpapasan dengan anak kecil yang berjalan tanpa alas kaki, tengah menghisap rokok dalam-dalam tanpa peduli bahaya kebulan asap itu telah merasuki tubuhnya. Kenapa?

Jalan menanjak terasa cukup capai. Sungguh gerah dan ingin segera sampai. Namun orang-orang yang mengadu hidup disana seakan tidak perduli demi mengais sesendok nasi untuk hidup setidaknya hingga besok pagi. 

Seharusnya aku bersyukur. Banyak bersyukur.

Senin, 08 Agustus 2011

anak kecil bermimpi

ingin menari-nari
di bawah hujan
dengan kaki telanjang
memeluk angin sore
memakai gaun mini bunga-bunga
menggandeng tanganmu

tertawa

menunggu langit tetap oranye
tanpa ada hujan di pelupuk mata

menggenggam dan takkan pergi
sambil menyeruput limun hangat

tertidur lama sekali
di balik selimut kamarku

Kamis, 04 Agustus 2011

estetika adalah egois

lembaran huruf yang tertulis dengan kesetanan
menjawab lipatan-lipatan pembelajaran sendiri
dan ketika semua orang kau paksa untuk mengerti
apakah mereka memberi hati pada estetika pribadi?

Rabu, 20 Juli 2011

kamu hanya tidak tahu

 bahwa bintang itu biru
bahwa dedaunan merah jambu
bahwa kereta ini menuju Jamaika
bahwa aku tertawa melihat kau menerka-nerka

bahwa merelakan adalah hal paling mudah sedunia
bahwa menangis adalah hal paling membahagiakan selautan
bahwa suara yang tertahan tidak membuatku mati kehabisan napas
bahwa aku telah bahagia bersama bayangan di belakang pintu
bahwa aku sedang sibuk berbohong padamu


kau hanya tidak tahu itu.

Jumat, 15 Juli 2011

apa yang akan terjadi besok??

tidak tahu.

Terserah TUHAN. :)

ibu

apa yang begitu mengingatkanku padamu?

nasi putih yang mengepul dalam mangkok
awan putih di sore hari
selimut persegi panjang berwarna hijau muda-menemaniku tidur sejak bayi

kilat di malam hari
hujan deras
tudung saji yang bolong di sisi kiri

kebaya aneka warna, menggantung di lemari ayah
tas kulit yang berserakan

ibu bukanlah mereka
semakin beranjak dewasa usia saya
melihat ibu bukan seperti di iklan televisi-kurus, rambut panjang, dinamis, nyetirin anaknya ke sekolah

tapi saya memandang ibu
berwarna
dia istimewa tanpa diminta
dan terlihat sempurna dari yang tak dia punya
gumpalan cat minyak terlihat urakan di wajahnya, namun ia tersenyum, bengal

ibuku buat tertawa
ibuku gempal dan bergerak-lompat kesana kemari
ibuku masakannya juara!

KESAYANGANKU IBU.

Senin, 11 Juli 2011

koper

seseorang bertanya dalam tidurku yang panjang. Apa arti koper bagimu?

Koper itu kotak. Keras. Tangguh. Menampung. TEMAN.


Koper itu maskulin. Sanggup bawa tumpukan baju tanpa mengeluh, dengan perut bergelombang dan kencang ke tempat-tempat yang belum pernah kukunjungi, atau yang sering didatangi, karena aku rindu, atau berusaha mengingat kembali.

Koper adalah penjaga mimpi-mimpi dan ekspektasi yang mendorongku untuk melanjutkan perjalanan pencari kebahagiaan. Penolong yang diam.


"Hal apa yang paling kau suka saat bepergian?"
"Mengemasi baju-baju dan menatanya ke dalam koper."

Koper adalah Pergi. Koper adalah membawa keluar. Mengajakku liburan. Kabur dari jalur. Lupa rumah, lupa memori, lupa rutinitas, lupa kamu.

Aku mengerjap-erjapkan mata dan melihat sekeliling. Koper yang seperti ini tidak ada dalam duniamu, dia hanya dalam mimpiku. Mimpi yang mengajakku berjalan-jalan pada dunia tak tergugat. Lalu aku tidur lagi. :)

Kamis, 30 Juni 2011

what's on your mind?

Tentang mimpi yang akhirnya di tangan, tentang teman-teman yang telah menemukan, tentang menunggu, tentang kecewa, dan tentang menanyakan kembali pentingnya bermimpi. :)

Senin, 27 Juni 2011

kepada siapapun

menenun pelangi, dengan jaring laba-laba
menunggu hujan berhenti di ujung jemari
kerudung renda-rendaku naik turun
tidak sabar lagi melayangkan pelangi!

satu, dua, tiga hari
hujan tidak mau pergi
bagaimana ini, bagaimana ini
tenunan pelangi disapu Tsunami

aku menangisi serpihan pelangi mati
jemari memutih dan keriput, membenamkan diri pada Tsunami lama-lama
langkah gontai dan memikul lirih
menuju kepasrahan yang tidak terarah, mau kemana

jaring laba-laba pembuat pelangi
aku berharap untaian ini saling mengikat, menguatkan, mewarnai,

menggembirakan

aku menadahi lelehan pipi
menyunggingkan bibirku dan sedikit tertawa
"Ini sungguh pedih...."
ucapku sembari membetulkan kerudung hitam renda-renda

semua mimpi yang kurajut dengan ekspektasi tinggi berupa
sebuah pelangi melintas di langit sore-sore
terbawa arus, lenyap, dan mati

"Hujan, kapan kau datang lagi? Bawalah aku serta-mertamu, dan janganlah pergi sebelum jiwa ini terarak mati."

Kamis, 23 Juni 2011

daun



daun yang basah telah ditelanjangi matahari
sekarang gosong jadi oranye
mereka tertawa puas
aku memunguti daun-daun malang itu
mengajak bermain bersama, di detik akhir hidupnya
dan daun-daun itu mati juga
lalu aku bersembunyi di bawah pohon
menunggu daun yang hampir mati lagi
lalu bermain lagi
lalu mereka mati lagi
lalu aku menunggu ditelanjangi matahari
lalu jadi oranye, dan mati.

banjir




bola matamu terlalu abu-abu
keruh
begitu juga langit di sore ini
aku memandangnya di balik kaca kereta
melaju perlahan, ku berlindung di pergelangan tiang
menyendu

mereka memberikan anak ini
dengan harapan
dapat menggantikanmu
selagi kau berperang

aku pulang, bersama hitam
disambut anakmu, yang duduk terdiam
dengan kaus putih usang

bola matanya abu-abu
meminta untuk dipeluk
kata mereka, anakmu dapat mengusir hujan
disaat pelupuk tak mampu lagi membendungnya

erat
dekat
konstan
sampai pagi datang, lalu berulang.

"Peluk aku sampai air matamu kering, ibu."

Senin, 20 Juni 2011

hitam yang bolong

apa yang kau rasakan saat mendatangi upacara kematian?
mengaduk lemari, mencari baju hitam
mengingat yang terjadi, memandang rumahnya, melihat yang meninggalkan, yang ditinggalkan, lekat-lekat
lalu memberikan pelukan tanpa mampu berbicara sedikit saja
menatap yang meninggalkan dengan tatapan iba
lalu duduk di luar, termangu
memikirkan jam-jam yang akan datang
seperti ada penyesalan, yang bukan milikmu
menangis, memandang kosong
lalu diajak pulang.

mobil

semua orang yang duduk di jok pengemudi
lalu menyalakan dan menjalankan mobil
memutar setir
memindahkan gigi

sangat sexy.

Sabtu, 18 Juni 2011

batas

mengganggu.
tadinya aku senang berenang sampai jauh, melihat sekeliling isinya hanya air laut
lalu aku ditempatkan di ember
aku bingung hendak berenang kemana
dinding ember itu tinggi, dan warnanya ungu tua
aku tidak bisa melihat ke luar sana
mau teriak, hanya dibalas gaung nan malas
tolong, aku mandeg!

gelap

sasaat itu mati lampu
aku menunggu kembali terang, di pojok pintu
menggenggam rambut yang tengah rontok
dan otak berdegup kencang
aku butuh cahaya
kalau tidak, aku gila

dapatkah aku mencarimu ketika yang kulihat hanyalah hitam pekat
bayanganpun ikut sembunyi

kembali lagi di pojok pintu
sendirian duduk rapat bersama kedua kakiku
menunggu ibu buka pintu
lalu mengangkatku tinggi-tinggi
"Jangan takut, Nak. Kau cuma bermimpi"
Crayon kesayangan

aku suka menjadi lumut di balik punggung Crayon
mengendus-endus bulu ikalnya
dia diam saja
tapi dia memelukku
lalu aku yang tertidur

Senin, 13 Juni 2011

INTERMEZZO III

"Sayang, kulitmu mengendur, matamu menghitam. Kau lelah? Kemarilah, akan kubuatkan teh hangat dan cupcakes manis."

"Aku seperti mengenalmu. Bukankah kamu yang membunuhku semalam?"

Minggu, 05 Juni 2011

entahlah

aku cukup senang kau mengalami ini


sebuah momen dimana kau sudah diijinkan untuk bebas sejenak dari rentetan tanggal mati yang memintamu untuk berkarya...

tapi sejenak itu ternyata cukup panjang, tiga setengah bulan sampai akhirnya memulai kembali tanggalan yang mati
lalu memutar otak membayangkan apa yang harus dilakukan demi menghabiskan seratus hari bebas-bahkan lebih

hari pertama menghabiskan uang
hari kedua memuaskan perut dan menghabiskan uang
hari ketiga pergi ke kota orang dan menghabiskan uang
hari keempat pergi keluar rumah sedikit dan menghabiskan uang
hari berikutnya akan pergi ke pulau orang dan menghabiskan uang

berikutnya juga

menghabiskan uang
menghabiskan uang
menghabiskan uang

uang habis
habis
lalu menangis

entahlah.

kau merasa hari bebasmu justru mengekangmu, untuk menjadi konsumtif dan dungu dari hari ke hari

tiga bulan kemudian, aku yakin, kau pasti lupa caranya menulis
pipimu melebar dan perutmu mengendur

lebih baik mengerjakan karya dalam tanggalan mati
mengasah otakmu yang hampir ungu
berlatih dan menjadi hebat
masihkah kau mampu bertahan?
karena pundi-pundimu tak selamanya menguning
dan timbangan itu tidak terlalu ramah padamu
(namun kudapan di atas meja terlalu menggodamu)

entahlah.

kau pun tidak tahu mengapa memikirkan hal ini
aku pun tidak ingin melihatmu begini

berat.

berlarilah ambil sepeda itu lalu kayuh dengan cepat!
aku tidak tahan menopangmu!
semoga seratus hari ke depan kau tidak lagi ungu, melainkan oranye karena letih berolahraga.
amin!

tertanda,

Boots kesayanganmu.

dinda

ribuan manusia bernama Dinda akan berkumpul..........



apakah aku spesial jika namaku sama dengan ratusan (atau ribuan) manusia lain?
Dinda... Dinda.... Dinda......
Terdengar begitu asing!

saya lebih suka dipanggil Senja, terdengar agak kemayu dan oranye.
dan seperti perempuan. (sugesti)

Senja saja, ya.

#random

Kamis, 02 Juni 2011

pedas

apakah sepotong ayam dapat menjadi pedas jika diberi gula?
apakah sebuah permen menjadi semakin manis jika kau taburi lada?

kau tau medan perangmu, maksudku, kau tahu dimana dirimu dan apa yang harus kau lakukan.
pilih salah satu rasa yang kau inginkan dan jadilah seperti dia.

jangan terus menerus menjadi anak kecil dungu yang ingin pelihara anak kuda di pekarangannya

beberapa memanggilmu bodoh, dan dungu
dengarkanlah....

berapa lama lagi kau harus terbuai dalam krayon-krayon buatanmu, mimpi halusinasi, kesenangan imitasi?

langit yang kemerahan itu tak selamanya baik, sayang.....


jadilah kuat seperti rasa pedas dalam sepiring cabai giling.

Senin, 09 Mei 2011

sajak sebelum tidur

memandang huruf-huruf lugas yang kuketik di layar
sungguh mesra
seringkali aku tersenyum memandang hal kecil yang kuanggap mesra, dan itu cuma aku dan Tuhan yang tahu
betapa banyak hal kecil yang perlu kusyukuri..

hari ini aku sibuk berlarian di luar rumah, dan berakhir di sini, menyocokkan punggung dengan kasur yang nyaman
dan sangat cocok memang, sebentar lagi aku terlelap

musik pada playlist 'tidur' tetap mengalun pada volume rendah. mataku berat dan mencoba menggulung.
aku mengingat hal-hal manis yang terjadi hari ini sebelum akhirnya berlabuh ke ruang mimpi

aku begitu bahagia

hidup ini cepat sekali berubah, suasananya. di hari sebelumnya mataku sipit dan sulit mensyukuri apapun, tertutup embun air
dan itu bukan embun hujan
awan di kala itu kelabu, lalu menghilang dan terik. menghitamkan kulitku, mengeringkan hatiku.
lalu aku berteriak sepuasnya, orang lain menghujat sepuasnya.

dan hari ini imej bumi sangat tungsten. aku tidak merasa kegerahan, sangat kebetulan.
aku tertawa bersama teman-teman. meski awalnya sulit.

kenapa sih mereka peluk-peluk aku terus? padahal aku masih abu-abu.

Tuhan sayang sama aku, makanya dia terus-terusan kirim malaikatnya buat jagain aku di sini, biar gak lompat ke danau.

hari ini sampai malam, sungguh tenang.
meski masih ada degup jantung berlebih ketika mengingat satu dua hal (tak berani kusebutkan)
tapi aku sudah berjanji sebelumnya, kan Tuhan?
aku mau berjuang, berperang, melawan siapa? Ketakutan.

Besok pasti lebih tertawa lagi. lebih merdu lagi, lebih riak lagi.

Aku tinggal pingsan sebentar, ya.


02.53 Tidur.

Sabtu, 07 Mei 2011

Perempuan bernama Februari

Tentu mudah ditebak kapan perempuan ini lahir. FEBRUARI. Bulan nomor dua, yang banyak dibisikkan orang bahwa ia adalah bulan cinta.

Apakah FEBRUARI terpancar dalam sosoknya?

Dia perempuan. Rambutnya dibiarkan tergerai panjang. Dengan sepeda keranjangnya ia menyapa ilalang dan bunga-bunga liar di sepanjang sungai, tempatnya mencari inspirasi.
Ia menghabiskan waktunya dengan mendengarkan semesta. Dia percaya semesta mendukungnya.

Suatu hari di bulan FEBRUARI..

Ketika hujan masih malu-malu turun, ketika Senja telah menyapa dan hendak pulang, ketika sebuah kue coklat berhiaskan lilin sebanyak 20 buah.. Perempuan bernama Februari, tengah berdoa, dalam lamunannya....

Beberapa kali bunga tidurnya menggambarkan keadaan ini. Dia memang duduk pada kursi kayu ini. Kue coklat ini memang dia beli dari toko kue yang dekat dari balai kota. Gemericik hujan memang didengarnya di dalam mimpi, yang seturut dengan turunnya lelehan air dari mata ke pipinya. Sebuah perasaan. Perasaan hilang. Perasaan ditinggalkan. Februari sendirian.


(ini pernah disimpan di draft, lupa kenapa ditulis, lupa lanjutannya, mungkin seperti ini)

Februari tersentak di tengah lamunan dungunya. Ia mengenali diri sendiri dan air matanya tertahan. Rambutnya pendek. Dia mengenakan jeans setengah lembab dan memegang segelas bir dingin. Sosok perempuan sempurna ternyata hanya lamunannya. Yang ia takutkan memang terjadi, ia terbangun dari mimpi.

(sori lagi dungu jadi gak nyambung, next time gue edit)

perempuan hitam

aku mengenalnya sudah dalam hitungan tahun. mengenalnya namun tak juga memahaminya. memprediksi emosinya. dia seperti bom waktu yang sulit aku jinakkan-karena aku hanya mahasiswa, bukan badan intelegen.

aku dulunya tahu dia adalah sosok yang tegas namun baik.
lalu dia menyebut dirinya sendiri anjing herder.
dan mantan sipir penjara.
memang hanya candaan, namun memang ini awal petaka.

hanya dia satu-satunya yang dapat membuatku berurai air mata berhari-hari
memikirkannya terus menerus
hanya dia yang menekan rasa kepercayaan diriku hingga kini-aku masih ketakutan

kadang dia baik, kadang dia melucu, tapi jangan harap saat dia marah kau dapat menertawakannya
dia memang menggodamu untuk tertawa, tapi tidak menginginkan untuk tertawa bersamamu

aku mengalami prosesi kehancuran nilai formal dan psikis ketika menghabiskan hampir enam bulan bersamanya
kurasa dia gila-atau mungkin aku yang gila?

karena aku terlalu menyerap kata-katanya
terlalu mengundangnya untuk menghisap kebahagiaanku menjadi
lolongan suram yang tak kunjung hilang

aku tidak tahu bagaimana dia hidup, dan tertawa bersama teman-temannya. aku takut padanya.

dan karena dia, padanan kata-kataku mulai aneh, ingatanku melemah, dan teman-temanku berkurang.

dia.... iblis.
pernahkah kamu merasa malu pada dirimu sendiri? merasa kamu tidak berharga tidak berdaya? pernahkah kamu ingin mati tapi itu dosa?

aku tidak ingin makan apapun. bukan untuk mati, tapi karena menyesali diri sendiri. tidak pantas makan. tidak pantas bicara. tidak pantas menjadi teman siapapun karena membawa petaka. aku merasa tidak berharga.

mungkin aku menulis tulisan ini sambil menangis, dan lambungku juga turut meringis karena aku meminum jus jeruk dingin dan saus mayo. aku tidak tahu kenapa aku menceritakan ini kepadamu.
yang pasti hari ini ikanku mati. ikan yang aku sayangi. yang paling lucu dari antara yang lain. ia mati dilukai teman-temannya sendiri.

aku menyaksikan proses kematiannya. aku terus menangis. aku bukan Tuhan. aku tidak bisa menghidupkannya kembali. ia berenang ke atas dan tidak mau memandangku. akuarium itu mungkin jadi asin karena bercampur air mata dan ingus dari wajahku. aku memandangnya dengan lemas. aku memberinya makanan. ia tidak menghiraukannya. aku membawanya ke tempat air memburai. ia masih begitu saja.

lalu ia mati.

mati.

mati.


hal yang paling berat ketika kau punya peliharaan adalah saat ia mati di depanmu, meninggalkanmu.


ketika ini hanyalah sebagian kecil dari total kesedihan pada minggu ini yang kupunya, aku tidak tahu harus bercerita pada siapa.
teman-temanku memang selalu menerima, tapi aku tahu sesungguhnya jemu sudah mereka mendengarkan alur cerita yang selalu sama.
aku telah kehilangan beberapa. dan sangat tidak enak rasanya.

sampai sekarang aku tidak bisa tersenyum, tidak bisa marah. ini semua salahku. aku sangat tertekan. mungkin tulisan ini sangat tidak padu karena kepalaku terus berdenyut menolak untuk berpikir. ia hanya ingin berkabung.

aku tidak tahu ingin menulis apalagi untukmu. kumohon mengertilah, aku tidak gila. ini hanya masa abu-abu yang tak tahu sampai kapan menghiasi wajahku.

lari

Saya takut apabila suatu saat kepala ini terus berontak dan isinya terbuai keluar. Ingatan dan segala isinya akan berlari pergi karena tak kuat sembunyi. Saya takut masa ini pelan-pelan hilang.

Kaki mendingin, tangan bersembunyi dibalik baju. Hidung sakit karena beku. 

Air mata sudah menjadi stalakmit. Beberapa orang tertawa di belakang karena sibuk mencari apa yang salah dengan saya. Beberapa lagi berlari mengejar saya, dan membawakan es krim merah kuning hijau. Mereka bilang jangan menangis. Mereka menangkap saya dan membawa saya pulang-ke sebuah tempat hangat yang tidak asing. Mereka peluk saya, menguatkan saya, mengajak saya duduk untuk menangis keras-keras.

Mungkin telinga mereka disumbat kasih sayang. Karena tingginya desibel tangis saya tak membuat senyum mereka luruh. Kata-kata 'kami sayang kamu' terus disampaikan. Saya tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran mereka saat ini. Yang pasti mereka sedang tidak memikirkan diri sendiri.

Adapun Tuhan yang baik membisikkan kata-kata ini, terus menerus, saat saya berlari mengejar tempat sembunyi.


"Marilah kamu yang letih, lesu, dan berbeban berat. Aku akan memberikan kelegaan kepadamu."

Atmosfir menjadi hangat. Meski mata semakin rapat karena air tak berhenti mengalir, namun isak itu sudah reda. Saya masih sedih. Karena kehilangan. Karena kekecewaan. Karena kelelahan. Karena penyesalan. Karena kebodohan. Karena ketakutan. Namun Tuhan saya baik dan teman-teman saya adalah malaikat yang diutusNya untuk menahan saya bersembunyi.

Saya terlalu menyayangi mereka, dan belum mau ditinggal mereka pergi.

Selasa, 26 April 2011

Mesin Waktu

Sepuluh tahun lagi, kami kembali pulang, dihantarkan angin dengan kereta masa depan.
Senyum menggelitik sebentar, lalu terdiam. Kemana saja aku barusan?

Kami kaku, diam tak ingin memadu. Aku tahu siapa kamu, tapi itu sepuluh tahun yang lalu.

Pria itu kini duduk tegap. Dia membetulkan kacamatanya dan menggenggam mesin waktu. Dia menghipnotisku untuk kembali, ke sepuluh tahun lalu.

Aku sigap. Ini bukan masa lalu. Individualis. Aku dan kamu. Tidak ada gelak tawa. Situasi itu dingin, dua orang pendatang berhati beku duduk termengu.

Hey, tidak ingin kembali?

Mungkin aku tidak mau berkompromi dengan hati. Siapa aku? Siapa kamu? Dimensi ini memisahkan kami. Siapa mau hati? Siapa mau kenangan? Aku ingin berbagi dengan kalian, tetapi bukan balas dendam. Masih ada sepuluh, dua puluh, tiga puluh tahun lagi untukku bernapas. Untukku menarik senyum, untukku berlari kegirangan.

Ingin dikesampingkan? Mau pilih yang mana? Biarkan hatiku bicara, ijinkan pikiranku luangkan inspirasi semu.
Acuhkan ragaku jika tak lagi disampingmu, menghiasi binaran mata indahmu...

"Sayang, aku kini bermimpi. Akan kuraih sendiri tanpa hati. Mungkin aku akan datang, sepuluh tahun lagi, bersama angin dengan kereta api yang sama, untukmu."

Teman Berbincang

"Senja percaya mimpi?" 


Kamu bertanya padaku sembari menghapus haru. Aku diam. Menunggu pertanyaan imajiner lainnya hingga kamu lelah dan kemudian bercerita.


Kamu bercerita. Tentang semua yang tersirat di anganmu. Tentang hidup, tentang filosofi kura-kura, tentang optimisme tak kunjung datang, tentang bekas mimpimu, tentang resep masakan, tentang negara ini, dan tentang cerita bodoh yang mengusik saraf humorku.


Aku menelannya bulat-bulat dan tersenyum hingga pagi datang lagi. Kamu masih terjaga di sisi sunyi dengan kedua matamu yang semakin turun ke pipi. Aku tertawa, menertawakanmu. Menertawakan kita. Menertawakan mereka. Menertawakan dunia. 


Kamu memutuskan untuk diam panjang lebar selama pagi hingga malam. Aku menunggu. Kamu berpikir. Dua cangkir kopi hangat memecahkan keheningan. Kita berdua duduk di meja ilusi, menghirup aroma kopi yang menari-nari sembari menatap sendu satu sama lain. Kita masih begini, dan berulang. Kita masih kadang berteriak dan menangis, lalu tertidur karena kelelahan beraspirasi. 


Gagasan demi gagasan tercipta karena berbincang. Untaian kata terajut karena terus bertanya. Berulang. Sampai kapan?
Sampai aku, kamu, dia, mereka, menemukan jalan pulang. Memaafkan. Melupakan. Meninggalkan. Menemukan. 

Jumat, 22 April 2011

Guinea Pig named Ploy

Like a comet
Blazing 'cross the evening sky
Gone too soon..

Like a rainbow
Fading in the twinkling of an eye
Gone too soon..

Shiny and sparkly
And splendidly bright
Here one day
Gone one night..

Like the loss of sunlight
On a cloudy afternoon
Gone too soon..

Like a castle
Built upon a sandy beach
Gone too soon..

Like a perfect flower
That is just beyond your reach
Gone too soon

Born to amuse, to inspire, to delight
Here one day
Gone one night..

Like a sunset
Dying with the rising of the moon
Gone too soon
Gone too soon..


Rest in love my lil' Ploy
Pim, Noir, Xena, and me love you so much
We'll missing you...

teman mengupas tawa



Mereka Xena dan Hercules. Sesuai dengan nama mereka, Xena adalah kura-kura perempuan yang kuat dan agresif. Dia senang mengigit kepala Hercules. Hercules juga kuat, tetapi pada Xena, dia sangat tunduk! Terbukti saat makan, yaa Hercu selalu membiarkan Xena terlebih dahulu melahap yang kuberikan pada mereka. Xena sayang Hercu. Hercu sayang Xena. Aku sayang mereka berdua. 
Sayangnya karena suatu masa, Hercu meninggal tanpa sepengetahuanku. Xena kuajak bicara saat kuketahui akhirnya dia jadi janda. Jantungnya berdegup kencang, tubuhnya penuh tanah merah. 'Tenang Xena, ayo kita pulang..' Lalu aku membawanya pulang dan sampai sekarang dia masih terdiam di ember merah ini, dan masih selalu pura-pura belum diberi makan.



Anjing terlugu, teraneh, terganteng sepanjang masa versi Senja! Saat umurnya 3bulan kutemukan kakinya berselaput dan senang berendam di dalam gentong teratai. Sejak kecil, aku seringkali mencubit pipinya, jadi sekarang.... tak heran liurnya menetes begitu hebat jika ia melihatku sedang mengunyah ayam goreng.
Aku sangat mencintai hidungnya. Dan dia diam saja jika ku siksa. Dan dia malu pada teman-teman perempuanku. Dan dia senang difoto.

Ini Steven. Masih ada Barbara dan Yellow, namun mereka sedang mandi. Steven angsa jantan yang pemberani dan cukup galak. Ia tak segan menyalak jika ada orang tak dikenalnya datang ke rumah. Ia dan Barbara saling mencintai, dan melahirkan anak bernama Yellow. Kini Barbara tengah mengerami 4 telur. Semoga saja semuanya menetas dan keluarga besar Steven semakin memenuhi rumahku.

Jumat, 15 April 2011

memandang memori.

melakukan napak tilas menyisir satu persatu waktu
ternyata semua telah hilang
sebuah kehilangan yang diyakini akan digantikan dengan pengganti namun satu dua lima tahun melihat yang lain dan kau hanya berbicara pada angin yang bisa terbang

kau menggenggam pasir pantai dan bersikeras membawanya pulang
sesampainya di rumah, kau ditertawakan buih yang tersisa

senyum itu memang ada saat melihatmu tertawa
namun napas tersengal ini tak juga berhenti menahuni
memang butuh pengganti.

kangen.

ingin lari kepadamu
memukulmu hingga napas tersengal
menangis

memang harus diakhiri titik
aku kangen.

Minggu, 16 Januari 2011

Surat

kepada Tuhan,

Aku ingin pantai.
Aroma laut.
Pasir putih tidak panas.
menunggu namaku menjadi kenyataan...

amin

Kamis, 13 Januari 2011

INTERMEZZO II

Mereka di luar sana berteriak, marah, membakar, menghancurkan.
Merah. Hitam. Mendidih.

Menunggu di sini sangat menyenangkan. Menyeruput secangkir kedamaian yang putih. Tidak bernoda. Sejuk dan rindang.

Hanya yang bodoh yang tidak mengenali dirinya sendiri.
~ Anonim

INTERMEZZO

Seorang gadis kecil, berbaju lusuh, dan mata sayu menghampiriku dan bertanya, "Kak, tahu di mana jalan pulang?"

Aku hanya tersenyum tanpa memandang gadis itu, sembari sibuk mendentumkan jariku pada kotak bercahaya ini.

"Kita sudah dirumah, Dik."

FABEL: Live and Let Die, Mr. Jhonny

Thalia adalah seorang gadis yang manis. Pipinya bersinar kemerahan, rambutnya ikal, dan matanya berbinar-binar. Ia melihatku yang sedang termenung di dalam sebuah kotak plastik yang diisi air dan bebatuan. Kulihat ia sempat menghitung lembaran hijau dari balik bajunya, lalu berteriak:

"Tuan, aku beli yang ini!"

Hanya beberapa menit setelahnya, aku dibawa pergi si manis Thalia keluar dari tempatku semula. Aku melihat hal-hal yang dulu pernah kulihat. Mereka menyebut ini jalanan, anak kecil, sepatu roda, gulali, dan yang paling kusuka adalah langit. Sepertinya benda itu jauh, tapi bisa kulihat seolah dekat. Darinya aku merasa hangat, tanaman juga berkata begitu. Mereka tumbuh karena langit. Ia memberikan segala yang kami perlukan. Aku menyukai langit....

BERSAMA THALIA.

Satu bulan aku dirawat Thalia. Aku tumbuh semakin dewasa. Rumah hijauku nampak kokoh ketika Thalia mengangkatku tinggi-tinggi. Dia senang bermain denganku. Di rumah Thalia tidak ada hewan lain selain aku. Mama dan Papa Thalia sering memberiku makanan. Aku senang. Mereka orang-orang yang baik. 
Suatu saat, Thalia mengajakku berbicara. Ia berkata, suatu saat akan menyerahkanku pada temannya. Aku tidak tahu siapa Sara- temannya itu. Tapi ia adalah teman Thalia-ku, pasti ia menyenangkan. :D

SAAT ITU TIBA.

Pada malam hari, aku dibawa ke dalam mobil. Thalia bersama mamanya menuju ke sebuah rumah nan sunyi yang nampak teduh dan bersahaja. Ini rumah Sara. Thalia bersemangat memanggil Sara keluar. 

"HAPPY BIRTHDAY!!" Thalia menyodorkanku kepada seorang gadis berkacamata yang memakai baju kedodoran, namun tampak manis. Ya, dia Sara-ku.
Sara sontak kaget dan beberapa detik kemudian berteriak "Thalia! Aku gak percaya ini! Untukku? Ganteng sekali! Waaah,,,"

BEBERAPA BULAN MENJADI TEMAN CERITANYA.

Satu, dua, tiga bulan, dan lebih aku menjadi temannya. Ternyata dia kesepian. Tetangganya jarang berkunjung. Dia hanya memiliki keluarganya, aku, dan anjingnya yang bernama Noir. Dia senang bercerita. Aku sering tertawa lalu menangis mendengar ceritanya yang fluktuatif. Tentang hari-harinya, tentang kilahannya terhadap mimpi, tentang hatinya yang patah, tentang lelucon bodoh yang membuatnya tertawa sampai terjatuh, tentang banyak sekali! Aku mengetahui dunia dari ceritanya. Ceritanya padaku yang berbeda setiap harinya. Tak jarang ia mengusap rumahku lalu memandangku lekat-lekat. "Sara sayang Jhonny. Sayang sekali." Lalu ia menghapus sebulir air yang jatuh ke pipinya.

MUNGKIN AKU TIDAK BISA SELAMANYA DISISIMU...

Suatu makhluk hanya hidup dalam sebuah masa. Tidak dua atau tiga masa. Mungkin langit yang mengaturnya. Ketika seekor kura-kura yang lahir lalu menapaki dunia selama lima tahun, lalu direnggut jiwanya, dan jasadnya dihempaskan kembali dalam perut bumi. Jasad hilang, jiwa ke langit...... Rupaku ternyata tidak lagi disampingmu.

Aku tidak mau menceritakan kematianku padamu. Akupun kadang menangis jika mengingat bagaimana hewan pengerat itu mengambilku dari dalam kolam, dan mencabik-cabik kepalaku. Aku mati sebelum melihatmu bercerita lagi, sebelum memberi cakaran manja, aku pergi tanpa permisi. Maaf.

TENANG SARA, AKU MASIH TERTAWA. 

Sampai hari ini, aku masih tertawa. Tertawa dari atas sana. Melihat tingkah lakumu yang badung! Senyummu yang berbicara, matamu mengajak tertawa. Memandangmu lekat-lekat ketika kau bercerita, melahap habis semua makanan enak yang kau sodorkan (termasuk jangkrik dari ayahmu), memandangi langit yang sering kuimpikan, dan aku sudah berada di sana. Cepatlah dewasa, Sara. Aku di langit. Aku melihatmu. Aku menyayangimu. Menjadi mimpimu.

Tentang Mengapa

BANYAK.


Satu, lima, empat, tujuh ratus, lima puluh tiga. Tidak beraturan tapi memaksa, aku ingin diceritakan!
Mereka masih bergulat dalam otakku. Berebut meminta untuk dituangkan, dijadikan frase-frase berkarakter kuat di dalam wadah yang cantik. "Cantik? Aku ini macho!", saut salah satu dari gulatan pikiran. HAHA.

Aku bercerita untukku sendiri, untukku mengerti apa sebenarnya maksudku menuliskan ini. Ketika mereka perlahan mengalir keluar melalui dentuman keyboard aku terdiam lalu mengerti. OH. I see.

Jangan diperdulikan mereka yang bercerita di belakang telingamu. Mereka hanya tidak mengerti cara mengendalikan diri sendiri.


Gadis berinisial M berkata:
Segala sesuatu yang sulit akan menjadi lebih mudah jika DIMULAI.

Mari mengantri, inspirasi!