Minggu, 16 Januari 2011

Surat

kepada Tuhan,

Aku ingin pantai.
Aroma laut.
Pasir putih tidak panas.
menunggu namaku menjadi kenyataan...

amin

Kamis, 13 Januari 2011

INTERMEZZO II

Mereka di luar sana berteriak, marah, membakar, menghancurkan.
Merah. Hitam. Mendidih.

Menunggu di sini sangat menyenangkan. Menyeruput secangkir kedamaian yang putih. Tidak bernoda. Sejuk dan rindang.

Hanya yang bodoh yang tidak mengenali dirinya sendiri.
~ Anonim

INTERMEZZO

Seorang gadis kecil, berbaju lusuh, dan mata sayu menghampiriku dan bertanya, "Kak, tahu di mana jalan pulang?"

Aku hanya tersenyum tanpa memandang gadis itu, sembari sibuk mendentumkan jariku pada kotak bercahaya ini.

"Kita sudah dirumah, Dik."

FABEL: Live and Let Die, Mr. Jhonny

Thalia adalah seorang gadis yang manis. Pipinya bersinar kemerahan, rambutnya ikal, dan matanya berbinar-binar. Ia melihatku yang sedang termenung di dalam sebuah kotak plastik yang diisi air dan bebatuan. Kulihat ia sempat menghitung lembaran hijau dari balik bajunya, lalu berteriak:

"Tuan, aku beli yang ini!"

Hanya beberapa menit setelahnya, aku dibawa pergi si manis Thalia keluar dari tempatku semula. Aku melihat hal-hal yang dulu pernah kulihat. Mereka menyebut ini jalanan, anak kecil, sepatu roda, gulali, dan yang paling kusuka adalah langit. Sepertinya benda itu jauh, tapi bisa kulihat seolah dekat. Darinya aku merasa hangat, tanaman juga berkata begitu. Mereka tumbuh karena langit. Ia memberikan segala yang kami perlukan. Aku menyukai langit....

BERSAMA THALIA.

Satu bulan aku dirawat Thalia. Aku tumbuh semakin dewasa. Rumah hijauku nampak kokoh ketika Thalia mengangkatku tinggi-tinggi. Dia senang bermain denganku. Di rumah Thalia tidak ada hewan lain selain aku. Mama dan Papa Thalia sering memberiku makanan. Aku senang. Mereka orang-orang yang baik. 
Suatu saat, Thalia mengajakku berbicara. Ia berkata, suatu saat akan menyerahkanku pada temannya. Aku tidak tahu siapa Sara- temannya itu. Tapi ia adalah teman Thalia-ku, pasti ia menyenangkan. :D

SAAT ITU TIBA.

Pada malam hari, aku dibawa ke dalam mobil. Thalia bersama mamanya menuju ke sebuah rumah nan sunyi yang nampak teduh dan bersahaja. Ini rumah Sara. Thalia bersemangat memanggil Sara keluar. 

"HAPPY BIRTHDAY!!" Thalia menyodorkanku kepada seorang gadis berkacamata yang memakai baju kedodoran, namun tampak manis. Ya, dia Sara-ku.
Sara sontak kaget dan beberapa detik kemudian berteriak "Thalia! Aku gak percaya ini! Untukku? Ganteng sekali! Waaah,,,"

BEBERAPA BULAN MENJADI TEMAN CERITANYA.

Satu, dua, tiga bulan, dan lebih aku menjadi temannya. Ternyata dia kesepian. Tetangganya jarang berkunjung. Dia hanya memiliki keluarganya, aku, dan anjingnya yang bernama Noir. Dia senang bercerita. Aku sering tertawa lalu menangis mendengar ceritanya yang fluktuatif. Tentang hari-harinya, tentang kilahannya terhadap mimpi, tentang hatinya yang patah, tentang lelucon bodoh yang membuatnya tertawa sampai terjatuh, tentang banyak sekali! Aku mengetahui dunia dari ceritanya. Ceritanya padaku yang berbeda setiap harinya. Tak jarang ia mengusap rumahku lalu memandangku lekat-lekat. "Sara sayang Jhonny. Sayang sekali." Lalu ia menghapus sebulir air yang jatuh ke pipinya.

MUNGKIN AKU TIDAK BISA SELAMANYA DISISIMU...

Suatu makhluk hanya hidup dalam sebuah masa. Tidak dua atau tiga masa. Mungkin langit yang mengaturnya. Ketika seekor kura-kura yang lahir lalu menapaki dunia selama lima tahun, lalu direnggut jiwanya, dan jasadnya dihempaskan kembali dalam perut bumi. Jasad hilang, jiwa ke langit...... Rupaku ternyata tidak lagi disampingmu.

Aku tidak mau menceritakan kematianku padamu. Akupun kadang menangis jika mengingat bagaimana hewan pengerat itu mengambilku dari dalam kolam, dan mencabik-cabik kepalaku. Aku mati sebelum melihatmu bercerita lagi, sebelum memberi cakaran manja, aku pergi tanpa permisi. Maaf.

TENANG SARA, AKU MASIH TERTAWA. 

Sampai hari ini, aku masih tertawa. Tertawa dari atas sana. Melihat tingkah lakumu yang badung! Senyummu yang berbicara, matamu mengajak tertawa. Memandangmu lekat-lekat ketika kau bercerita, melahap habis semua makanan enak yang kau sodorkan (termasuk jangkrik dari ayahmu), memandangi langit yang sering kuimpikan, dan aku sudah berada di sana. Cepatlah dewasa, Sara. Aku di langit. Aku melihatmu. Aku menyayangimu. Menjadi mimpimu.

Tentang Mengapa

BANYAK.


Satu, lima, empat, tujuh ratus, lima puluh tiga. Tidak beraturan tapi memaksa, aku ingin diceritakan!
Mereka masih bergulat dalam otakku. Berebut meminta untuk dituangkan, dijadikan frase-frase berkarakter kuat di dalam wadah yang cantik. "Cantik? Aku ini macho!", saut salah satu dari gulatan pikiran. HAHA.

Aku bercerita untukku sendiri, untukku mengerti apa sebenarnya maksudku menuliskan ini. Ketika mereka perlahan mengalir keluar melalui dentuman keyboard aku terdiam lalu mengerti. OH. I see.

Jangan diperdulikan mereka yang bercerita di belakang telingamu. Mereka hanya tidak mengerti cara mengendalikan diri sendiri.


Gadis berinisial M berkata:
Segala sesuatu yang sulit akan menjadi lebih mudah jika DIMULAI.

Mari mengantri, inspirasi!