Senin, 09 Mei 2011

sajak sebelum tidur

memandang huruf-huruf lugas yang kuketik di layar
sungguh mesra
seringkali aku tersenyum memandang hal kecil yang kuanggap mesra, dan itu cuma aku dan Tuhan yang tahu
betapa banyak hal kecil yang perlu kusyukuri..

hari ini aku sibuk berlarian di luar rumah, dan berakhir di sini, menyocokkan punggung dengan kasur yang nyaman
dan sangat cocok memang, sebentar lagi aku terlelap

musik pada playlist 'tidur' tetap mengalun pada volume rendah. mataku berat dan mencoba menggulung.
aku mengingat hal-hal manis yang terjadi hari ini sebelum akhirnya berlabuh ke ruang mimpi

aku begitu bahagia

hidup ini cepat sekali berubah, suasananya. di hari sebelumnya mataku sipit dan sulit mensyukuri apapun, tertutup embun air
dan itu bukan embun hujan
awan di kala itu kelabu, lalu menghilang dan terik. menghitamkan kulitku, mengeringkan hatiku.
lalu aku berteriak sepuasnya, orang lain menghujat sepuasnya.

dan hari ini imej bumi sangat tungsten. aku tidak merasa kegerahan, sangat kebetulan.
aku tertawa bersama teman-teman. meski awalnya sulit.

kenapa sih mereka peluk-peluk aku terus? padahal aku masih abu-abu.

Tuhan sayang sama aku, makanya dia terus-terusan kirim malaikatnya buat jagain aku di sini, biar gak lompat ke danau.

hari ini sampai malam, sungguh tenang.
meski masih ada degup jantung berlebih ketika mengingat satu dua hal (tak berani kusebutkan)
tapi aku sudah berjanji sebelumnya, kan Tuhan?
aku mau berjuang, berperang, melawan siapa? Ketakutan.

Besok pasti lebih tertawa lagi. lebih merdu lagi, lebih riak lagi.

Aku tinggal pingsan sebentar, ya.


02.53 Tidur.

Sabtu, 07 Mei 2011

Perempuan bernama Februari

Tentu mudah ditebak kapan perempuan ini lahir. FEBRUARI. Bulan nomor dua, yang banyak dibisikkan orang bahwa ia adalah bulan cinta.

Apakah FEBRUARI terpancar dalam sosoknya?

Dia perempuan. Rambutnya dibiarkan tergerai panjang. Dengan sepeda keranjangnya ia menyapa ilalang dan bunga-bunga liar di sepanjang sungai, tempatnya mencari inspirasi.
Ia menghabiskan waktunya dengan mendengarkan semesta. Dia percaya semesta mendukungnya.

Suatu hari di bulan FEBRUARI..

Ketika hujan masih malu-malu turun, ketika Senja telah menyapa dan hendak pulang, ketika sebuah kue coklat berhiaskan lilin sebanyak 20 buah.. Perempuan bernama Februari, tengah berdoa, dalam lamunannya....

Beberapa kali bunga tidurnya menggambarkan keadaan ini. Dia memang duduk pada kursi kayu ini. Kue coklat ini memang dia beli dari toko kue yang dekat dari balai kota. Gemericik hujan memang didengarnya di dalam mimpi, yang seturut dengan turunnya lelehan air dari mata ke pipinya. Sebuah perasaan. Perasaan hilang. Perasaan ditinggalkan. Februari sendirian.


(ini pernah disimpan di draft, lupa kenapa ditulis, lupa lanjutannya, mungkin seperti ini)

Februari tersentak di tengah lamunan dungunya. Ia mengenali diri sendiri dan air matanya tertahan. Rambutnya pendek. Dia mengenakan jeans setengah lembab dan memegang segelas bir dingin. Sosok perempuan sempurna ternyata hanya lamunannya. Yang ia takutkan memang terjadi, ia terbangun dari mimpi.

(sori lagi dungu jadi gak nyambung, next time gue edit)

perempuan hitam

aku mengenalnya sudah dalam hitungan tahun. mengenalnya namun tak juga memahaminya. memprediksi emosinya. dia seperti bom waktu yang sulit aku jinakkan-karena aku hanya mahasiswa, bukan badan intelegen.

aku dulunya tahu dia adalah sosok yang tegas namun baik.
lalu dia menyebut dirinya sendiri anjing herder.
dan mantan sipir penjara.
memang hanya candaan, namun memang ini awal petaka.

hanya dia satu-satunya yang dapat membuatku berurai air mata berhari-hari
memikirkannya terus menerus
hanya dia yang menekan rasa kepercayaan diriku hingga kini-aku masih ketakutan

kadang dia baik, kadang dia melucu, tapi jangan harap saat dia marah kau dapat menertawakannya
dia memang menggodamu untuk tertawa, tapi tidak menginginkan untuk tertawa bersamamu

aku mengalami prosesi kehancuran nilai formal dan psikis ketika menghabiskan hampir enam bulan bersamanya
kurasa dia gila-atau mungkin aku yang gila?

karena aku terlalu menyerap kata-katanya
terlalu mengundangnya untuk menghisap kebahagiaanku menjadi
lolongan suram yang tak kunjung hilang

aku tidak tahu bagaimana dia hidup, dan tertawa bersama teman-temannya. aku takut padanya.

dan karena dia, padanan kata-kataku mulai aneh, ingatanku melemah, dan teman-temanku berkurang.

dia.... iblis.
pernahkah kamu merasa malu pada dirimu sendiri? merasa kamu tidak berharga tidak berdaya? pernahkah kamu ingin mati tapi itu dosa?

aku tidak ingin makan apapun. bukan untuk mati, tapi karena menyesali diri sendiri. tidak pantas makan. tidak pantas bicara. tidak pantas menjadi teman siapapun karena membawa petaka. aku merasa tidak berharga.

mungkin aku menulis tulisan ini sambil menangis, dan lambungku juga turut meringis karena aku meminum jus jeruk dingin dan saus mayo. aku tidak tahu kenapa aku menceritakan ini kepadamu.
yang pasti hari ini ikanku mati. ikan yang aku sayangi. yang paling lucu dari antara yang lain. ia mati dilukai teman-temannya sendiri.

aku menyaksikan proses kematiannya. aku terus menangis. aku bukan Tuhan. aku tidak bisa menghidupkannya kembali. ia berenang ke atas dan tidak mau memandangku. akuarium itu mungkin jadi asin karena bercampur air mata dan ingus dari wajahku. aku memandangnya dengan lemas. aku memberinya makanan. ia tidak menghiraukannya. aku membawanya ke tempat air memburai. ia masih begitu saja.

lalu ia mati.

mati.

mati.


hal yang paling berat ketika kau punya peliharaan adalah saat ia mati di depanmu, meninggalkanmu.


ketika ini hanyalah sebagian kecil dari total kesedihan pada minggu ini yang kupunya, aku tidak tahu harus bercerita pada siapa.
teman-temanku memang selalu menerima, tapi aku tahu sesungguhnya jemu sudah mereka mendengarkan alur cerita yang selalu sama.
aku telah kehilangan beberapa. dan sangat tidak enak rasanya.

sampai sekarang aku tidak bisa tersenyum, tidak bisa marah. ini semua salahku. aku sangat tertekan. mungkin tulisan ini sangat tidak padu karena kepalaku terus berdenyut menolak untuk berpikir. ia hanya ingin berkabung.

aku tidak tahu ingin menulis apalagi untukmu. kumohon mengertilah, aku tidak gila. ini hanya masa abu-abu yang tak tahu sampai kapan menghiasi wajahku.

lari

Saya takut apabila suatu saat kepala ini terus berontak dan isinya terbuai keluar. Ingatan dan segala isinya akan berlari pergi karena tak kuat sembunyi. Saya takut masa ini pelan-pelan hilang.

Kaki mendingin, tangan bersembunyi dibalik baju. Hidung sakit karena beku. 

Air mata sudah menjadi stalakmit. Beberapa orang tertawa di belakang karena sibuk mencari apa yang salah dengan saya. Beberapa lagi berlari mengejar saya, dan membawakan es krim merah kuning hijau. Mereka bilang jangan menangis. Mereka menangkap saya dan membawa saya pulang-ke sebuah tempat hangat yang tidak asing. Mereka peluk saya, menguatkan saya, mengajak saya duduk untuk menangis keras-keras.

Mungkin telinga mereka disumbat kasih sayang. Karena tingginya desibel tangis saya tak membuat senyum mereka luruh. Kata-kata 'kami sayang kamu' terus disampaikan. Saya tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran mereka saat ini. Yang pasti mereka sedang tidak memikirkan diri sendiri.

Adapun Tuhan yang baik membisikkan kata-kata ini, terus menerus, saat saya berlari mengejar tempat sembunyi.


"Marilah kamu yang letih, lesu, dan berbeban berat. Aku akan memberikan kelegaan kepadamu."

Atmosfir menjadi hangat. Meski mata semakin rapat karena air tak berhenti mengalir, namun isak itu sudah reda. Saya masih sedih. Karena kehilangan. Karena kekecewaan. Karena kelelahan. Karena penyesalan. Karena kebodohan. Karena ketakutan. Namun Tuhan saya baik dan teman-teman saya adalah malaikat yang diutusNya untuk menahan saya bersembunyi.

Saya terlalu menyayangi mereka, dan belum mau ditinggal mereka pergi.