Senin, 27 Februari 2012

n

ketika aku berkata bahwa aku tak bisa lagi menulis, saat ini aku tengah menulis. saat aku tidak mengetik ini, aku berbicara, aku membunyikan tulisan dalam ucapanku. saat aku terdiam, aku merajut tulisan dalam otakku yang seperti siput. saat aku bermimpi, aku tidak menulis, tidak berbicara, tidak merajut tulisan di dalam otak. aku diatur, dan mimpi disiapkan, dan aku disuguhkan, dan ketika bangun aku lupa ini apa. dan sekarang aku bingung siapa yang berdalih bahwa aku tak lagi ingin berbicara, atau bercerita dalam ungkapan sajak lama. aku hanya ingin tidur di bawah kolong meja, aku tak tahu sampai kapan, berhentilah bertanya. tunggulah. tunggu di situ dan jangan bergerak -- apalagi berpaling. aku tengah mengusap pelan-pelan air yang terus membasahi daguku. mereka keluar dengan liar meski telah kumarahi. aku hanya ingin diam sebentar, diam di dalam mimpi, aku ingin membiarkan aku disuguhi, belum saatnya berusaha untuk tidak jatuh lagi. iya, aku ingin jatuh sebentar di dalam mimpi, yang disediakan di bawah kolong meja. tunggu.

bodoh

hari itu dia memakai kuteks ungu tua dengan sedikit memar di wajahnya. baju renda-renda hitam dengan bagian punggung yang sudah robek -- entah siapa pelakunya. ia membetulkan maskaranya yang telah luntur sampai dagu. hari itu tidak hujan, namun ada badai yang menusuk tulang. dia membawa payung yang katanya dapat menghalau panas matahari dan tangisan langit -- tapi tak bisa halau air yang ada di pipinya. dia berjalan dengan gontai ke arah lorong gelap berisi tong sampah dan anjing-anjing lapar yang meraung-raung mencakar aspal. dia ingin teriak namun suaranya parau, lalu dia tertawa kencang-kencang sampai tergema ke seluruh kota dan membangunkan lampu-lampu apartemen. 'ini hidupku! masa bodoh dengan kalian semua!' teriaknya dengan suara melengking dan hidung yang basah. mereka yang memandangnya dari jendela menganggapnya bagian dari orang-orang gila. dia masih terus berjalan ke lorong itu, lorong gelap yang tak pernah ada yang tahu ujungnya. sepatunya terlalu tinggi untuk dia berlari, ditambah tidak ada makanan yang masuk ke dalam tenggorokannya dalam empat hari itu. payungnya kemudian dilempar, bersama dengan sepatu tingginya, dan baju renda-rendanya yang usang, kini dia telanjang. 'ini hidupku! masa bodoh dengan kalian semua!' teriaknya lagi, dan beberapa orang di apartemen yang tengah bermimpi menganggap ini deja vu. dia berlari menuju ujung lorong gelap itu dan berteriak ketakutan setengah senang. karena di ujung lorong itu ada jalan mati -- jalan menuju kematian, dengan jurang yang menganga di bawahnya, menunggu mangsaan yang akhirnya datang juga, yang kini telah menyerah pada kehidupan yang dahulu dia bangga-banggakan. beberapa orang di apartemen sempat mendengar sayup-sayup suaranya yang parau, 'ini matiku! masa bodoh dengan kalian semua!'

Minggu, 19 Februari 2012

sebuah post lama di hari pertama libur semester empat

hari ini gue menghadapi pagi yang kosong, yang sama seperti kemarin, dan kemarinnya lagi
gak ada tanggalan yang harus dikejar, atau orang-orang yang harus diajak main
lalu M mengajak gue untuk ke tempat yang cukup jauh

gue teringat gue ada janji dengan R, nonton di bioskop baru dekat rumah
namun sepertinya R gak dibolehin mamanya pergi, dan dia ngambek juga sama gue
bingung, akhirnya gue mengiyakan ajakan M untuk ketempat yang jauh itu

gue janjian dengan M di stasiun paling akhir
di perjalanan menuju stasiun itu, gue menyalakan ipod dengan playlist BANGUN
yang supaya gue bangun dari sedih gak jelas, bengong gak jelas
dengan rambut yang baru di potong kemarin, gue berpetualang

lalu di kereta itu gue berangkat sendirian, dengan modal sok deket sama ibu-ibu, nanya peron dan jam berapa sekarang
di dalam kereta banyak orang tua muda yang membawa anak perempuannya, rata-rata 4 tahunan, yang sibuk berdiri di tempat duduk oranye
mereka tampak senang melihat jalanan yang motion blur, sambil loncat-loncat di paha bapaknya masing-masing

gue aman dengan ipod gue, volume maksimal, dan kadang lagunya bikin kaget

sampai. gue menunggu M sambil masih dengerin ipod
Like a g6 like a g6 na na na now I'm feeling so high like a g6
oke ini lagu pas nemenin gue nungguin M, di tengah keramaian-lautan manusia mencari kebahagiaan

lalu M datang
lalu kita naik bus trans dan mulai bercerita
lalu sampai di sebuah tempat yang mengingatkan gue pada cerita lama

dulu gue dan teman-teman gue jam 1 pagi ada di tangga-tangga ini, cerita-cerita hantu
lalu di sebelah kanan ada perempuan yang mabuk, dan tidur di sela-sela pahanya sendiri
gak ada yang jemput dia
tapi kami ada yang jemput, kami menginap di rumah salah satu temen gue itu

balik lagi ke M
tapi gue dan M kesana bukan untuk duduk-duduk di tangga
tapi nemenin M siaran tentang kampus gue di salah satu radio terkenal di Jakarta
tapi gue gak masuk ke dapur rekaman, dan menunggu di sofa merah, bersama kawanan anak SMA super ribut dan labil yang sedang foto-foto dengan slr milik salah satu-mereka sibuk foto jari mereka dan berusaha membuatnya jadi auto focus

setelah satu jam, M keluar dari dapur rekaman
seperti pahlawan, gue jadi wanita yang diselamatkan
M mengajak gue makan, di jam 3 sore itu
setelah makan, kami pindah ke tempat makan lain untuk cari colokan
dan kami pindah ke tempat makan di depan tangga-tangga tempat bercerita setan itu

kangen.

lalu di sana gue dan M bercerita sampai hampir gelap
tentang apa saja yang sudah kami lewatkan
kangen juga sama si M ini, udah lama gak liat dia
dia sibuk di kampus, gue sibuk bengong di rumah

hape gue mati, mungkin udah suratan buat gak ngecek-ngecek yang gak penting
lalu gue dadah-dadah sama M karena udah disuruh pulang sama kakak gue

lalu gue sama kakak gue naik kereta dingin ke arah rumah
tapi ternyata ke mall dulu
gue makan mie ramen super extra hot
tapi gak pedes ah, hati gue lagi dingin mungkin...
lalu pulang

lalu ada di sini
di kamar dingin dengan Crayon
gue sadar kalo selama ini gue berjalan sendiri
maksud gue, fisik jalan kemana-mana, ketempat ramai-ramai
tapi gue gak merasa ada di sana
gue memikirkan momentum-momentum lama
yang menunggu untuk dirindukan

lalu kotak bersinar ini gue nyalakan, lagu terpasang
nyeeeh, pipi gue basah, sial
lalu Crayon ngeliatin gue

gue keinget notes yang ada di dalam kado-yang isinya Crayon-di hari usia gue genap 20 tahun

"Semoga boneka beruang ini bisa nemenin lu di saat lu ngerasa sedih. Kalo lu nangis, peluk aja dia, biar dia yang ngapusin tangisan lu."

Iya, dia emang lagi ngapusin tangis-tangisan gue, karena gue ngelap air mata dan ingus gue ke bajunya dia, hehe.
Gue gak tau apa yang gue tangisin.
Tapi semakin gue mandang Crayon, matanya yang bulat seperti biji kelengkeng ini, minta buat ditangisin.

Sampai nangisnya berhenti, sampai sekarang, Crayonnya masih di pelukan.
Makasih banget loh teman-teman yang kasih Crayon buat gue. Ampuh.

Banyak yang kuatir katanya gue udah kejauhan berimajinasi, sampai ngira si Crayon ini hidup.
Tapi, cuma dia yang nemenin gue saat gue merasa lonely, cuma dia yang duduk beku nungguin gue meper ingus dan teriak di perutnya, cuma dia yang bersedia di pencet-pencet, gak protes, gak balik mencet.

Karena dia benda mati. Atau karena dia kasihan?

Hehehehe

Sabtu, 18 Februari 2012

Intermezzo VII

"If i die tonight, I'd go with no regrets,
if it's in your arms, I know that I was blessed.


And if your eyes, are the last thing that i see


then I know,


the beauty heaven holds for me."


Sebuah kutipan lagu yang kubaca di novel remaja saat SMP yang cukup menguras air mata dan air hidung. seperti tertonjok rasanya, aku menangis keras di kamar Ayah kala itu, mengapa kisah ini begitu sedih, setelah seminggu kemudian, aku baru sadar ini hanya kisah rekaan semata. Namun kutipan ini begitu memorabel hingga sekarang -- 8 tahun setelahnya.

Selasa, 14 Februari 2012

untuk sesuatu yang bernama ngablu

di tengah malam, sehabis hujan.

teruntuk kamu, sesuatu yang krusial namun belum dipatenkan
terutama dalam menemukan banyak jawaban
kamu yang bernama ngablu

'Senja, ngablu itu apa sih?' tanya Ruth, sahabatku yang tinggal cukup lama di Bandung. Dia mungkin dekat dengan istilah-istilah Jawa Barat. Maneh, lieur, tos, goreng, ulin, mengerti dia dengan pembendaharaan Sunda. Namun kurang familiar dengan kata ini. Dia penasaran karena berulang kali aku menyebutkannya dalam setiap curhatanku. Aku diam sebentar, satu menit. 

'Ehm, Ruth. Sulit dijelaskan. Ngablu itu seperti keadaan sadar namun tak sadar. Kamu berpikir sambil tetap memandang sekeliling. Mungkin sambil menulis atau menghabiskan beberapa Choki-Choki secara betulan namun pikiranmu membuncah pergi ke imajinasimu sendiri. Kamu akan memikirkan sebuah hal, membuat mindmap dalam otakmu, bertanya dalam hati, dan jawaban bisa dapat bisa tidak. Tergantung sehebat apa kamu bisa ngablu.'

Ruth tampak masih kurang puas dengan jawabanku, dia membuka mulut ingin bertanya lagi, namun seperti seolah kekenyangan, ia menguap dan mengiyakan saja. 'Terserahmu lah, Jah. Aku ngikut saja.'





Ngablu seperti hari itu, kamu main ke rumah dan kita hendak menonton film apa saja di bioskop, 2 film kita pantengi kala itu. Setelahnya kita duduk di mobil, parkiran teratas, terdiam dalam lamunan lagu-lagu teduh dan gerimis.




Ngablu bisa kita lakukan sambil diam, mendengarkan lagu, mendengarkan ceritamu, atau saling bercerita tak berbenang merah. Kita berpikir sambil melakukan sesuatu -- atau diam sama sekali. Mencari jawaban yang perlu berimajinasi untuk mendapatkannya. Dan terkadang dia hilang seperti permen kapas.

Lalu kita menidurkan waktu -- atau sebaliknya? Karena saat ngablu tengah berlabuh kita sadar bahwa langit telah berwarna oranye keunguan, matahari bergerak mundur, sehingga kita juga harus pulang. Sebal sekali! Tapi kamu berjanji besok akan ketemu lagi.



Ngablu hari ini adalah dasar dari realitas hari esok - Anonim

Rabu, 08 Februari 2012

untuk Xena yang tak pulang sebulan

kupanggil kau Xena, The Warrior Princess
karena bagiku kau perempuan mandiri yang tangguh dan berotot

sungguh terasa cepat, aku menghentikan perkenalan ini
karena setiap hari kita mengenal satu sama lain
dan berakhir hari ini

kau terdiam, di baskom merah kusam pekarangan
dengan air seperempat dari selang
aku menunggu moncongmu keluar dari cangkang, kemudian sibuk berkeliling

sempat ingin mundur, terlalu sedih untuk mengingatmu, sayang.

kita pernah bergandengan tangan
ketika aku mengisi baskommu hingga meluap
lalu kau berenang sambil menancapkan kuku lentikmu pada jariku
dan kita berputar, melihat sekeliling
bak ibu yang menemani anaknya berenang
aku cinta kamu.

dan ketika kau mulai tidak suka pil hijau
aku memberimu suiran ayam goreng dan roti tawar
kau bosan dengan rutinitasmu dan ingin yang baru
meski akhirnya kau menyerah saat kuberikan pil hijau lagi - demi kesehatanmu

ketika aku sudah punya yang lain
kau nampak terdiam dalam baskom merah usangmu
sesekali aku melihat dan bertanya dengan kejamnya,
"Xena, kamu belum mati, kan?"
sesegera mungkin kau keluarkan moncongmu dari cangkang menuju permukaan
seolah ingin berkata, "Aku masih di sini, Senja".

kau mulai terlihat lebih kendur dari biasanya
baskom merah isi air seperempat mulai berwarna cokelat
aku melupakanmu
lupa melemparkan pil-pil hijau itu
melupakan ketulusanmu menungguku
melupakan momen berpegangan tangan milik kita

bagaimanapun, pergi adalah sebuah keputusan, yang akhirnya kau lakukan.
dari pekaranganku

dari kehidupanku


petualangan yang kau butuhkan, kau rindukan, mungkin ada di luar sana
tanpa kutahu dimana kau berteduh
mencari pengganti pil hijau saat lapar
mendapatkan orang yang ingin menggosok-gosok cangkangmu, sampai kau tertidur

tahukah kamu, Xena?
pil-pil hijaumu masih tersusun rapi dalam botol plastik, di bawah akuarium
baskom merah usang masih ada di pekarangan, tidak dengan air seperempat, namun ia menunggumu
foto-foto terdahulu juga menyesakkanku, mengundangku untuk hadir di perjamuan rasa bersalah dengan kostum jas pink elektrik

aku memikirkanmu seharian, sayang. Merindukanmu.

sempat aku membatin, "Aku rela lihat setan. Tapi kamu yang jadi setannya, Xena. Kau bermain di baskommu sementara aku sudah tahu kamu hantu."

ketika terdiam hanya membuatku ingin menguras air mata, aku berusaha mencari riuh yang semu


ketika kepulanganku menuju pekarangan kini disambut baskom merah usangmu yang sudah kering, seolah ikut mati karena tersiksa menunggumu.


Pulanglah, Xena. Aku mohon. Kapan saja. Setelah kau lelah berpetualang dan ingin kembali pulang. Kembali, Xena. Aku dan baskommu sangat rindu......


"Aku masih di sini, Senja. Dalam anganmu."

Senin, 06 Februari 2012

untuk yang sakit



aku akan memperhatikanmu setiap hari,
menyuapimu bubur kesukaan dan melap dagumu yang belepotan,
mengganti kausmu yang basah karena keringat,
mengusap-ngusap punggungmu dengan bedak bayi;

menghitung bulu matamu selagi kau tertidur,
menggenggam punggung tanganmu kecuali saat kau minta ke kamar mandi,
apa saja, apa saja;

menyanyikanmu twinkle twinkle little star,
sambil mengunyah honey stars sama sama,
menunggu,
berdoa,
apa saja;

namun aku tidak bisa menyembuhkanmu, aku tidak kuliah kedokteran.







ps: sembuh! amin.