Minggu, 21 Agustus 2011

Kebebasan yang Mengekang


Kebebasan yang diharuskan, bukankah berarti tidak bebas lagi? Bolehkah tidak harus bebas atau mengambil sedikit saja kebebasan? Atau melangkah sesuai lini keharusan, dan sekali-kali menengok kiri kanan cari teman?

‘Break the rules!’ atau ‘Think out of the box!’, tindakan yang dilakukan untuk menjadi beda dengan yang biasa dan mematahkan garis hidup yang seharusnya.

Satu, dua, dan banyak orang mulai keluar jalur, aku pun belajar melakukannya. Berpikir untuk mencari yang baru sambil berlagak senang akan hal itu. Namun ternyata semua yang kusanggah membuatku merindu. Aku ingin kembali tidur di dalam kotak yang sudah tersedia sampai usia senja. Di posisi yang hangat, nyaman, dan tenang.

Terlalu lama berpikir keras untuk menjadi sesuatu yang beda membuatku kembali mempertanyakan, untuk apa? Kalau hanya untuk uang, kau bisa memasak dan menjual makananmu di depan rumah, sambil menyisir rambut anjingmu.

“Aku ingin kuliah dan diatur saja. Tidak mau berpikir untuk cari uang.”
Aku ternyata tidak terlalu suka dengan kebebasan. Karena aku tidak suka memilih yang tidak dipilih orang lain, ditinggalkan teman-teman yang bebas mencari impiannya, bekerja apa saja, punya kotak hidup masing-masing yang sulit diajak bertemu lagi, selama-lamanya. Aku ingin bersekolah saja, menjadi orang yang haus untuk diberitahu, bukan menyatakan pengetahuannya demi menyambung hidup. Aku mau berlindung dibalik dagu Ayah yang hangat, dengan kumisnya yang abu-abu, sambil mengenang memori klasik yang terjadi diantara kami, lalu berpeluk erat.

Aku ingin kembali jadi bayi, yang cukup menangis untuk mendapatkan segalanya. Anak perempuan kumal-malas mandi, yang menyisir rambut Barbie di dekat punggung Ibu. Yang belum tahu apa artinya banting tulang, strategi pemasaran, naik pangkat, tetapi sudah kesengsem menonton drama mandarin di televisi.

Tapi kalau begini, aku ingin bertanya lagi, ‘Bagaimana kita tidak dijajah lain negeri?’ jika terus-terusan menolak kebebasan untuk perubahan. Ya, semua orang harus berubah, itu normal. Jika dalam 20 tahun ini aku terus menjadi bayi, mungkin sekarang aku dibingkai dalam museum antik dan dilihat banyak orang, dianggap aneh.

“Kau harus berubah! Pilihlah pekerjaan yang sesuai dengan keinginanmu.”
Andai ada pekerjaan yang tidak akan menjauhkan semua orang tersayang dari pandangan, masih punya banyak waktu, banyak uang, namun tidak diberikan tekanan, dan bahagia.

“Hei kau si banyak mau!”

Semua itu tidak ada. Aku sekarang masih di depan layar kaca, berusaha memikirkan sesuatu yang baru sedari kemarin lusa, namun belum menemukannya. Aku rasa aku hampir gila. Ya sudahlah jalani saja.

Minggu, 14 Agustus 2011

selamat pulang, Xena!

29 Juli 2011

Xena, baskom, dan pil hijaunya (lagi)

Nala

Nala, lahir Oktober 2008
sudah lengkap suntik vaksin
tapi masih seperti bayi
senang menggigit, buang air sembarang
menangis kalau ditinggal
ileran, moody, berisik
bulunya rontok
tapi sampai saat ini masih lucu
dan aku sayang Nala
seperti rubah

pura-pura

pose
mau ikut abang

sama Natmel, menguap
*ketjup

senja terakhir

dibalik jendela kelas E103B, FISIP UI
aku

hari itu Selasa, 21 Februari 2011
hari terakhir aku berusia belasan
19 tahun
aku meminta teman untuk mengabadikan aku dengan senja terakhirku
di balik jendela kelas
dengan senyuman selamat tinggal yang pasrah

dadah, masa remaja.

miskin

Aku mengejar lampu-lampu menyala terang yang membuat pusing. Kakakku menyuruh kami untuk naik jembatan besi yang berbunyi krek krek krek setiap kami melangkah. Di tengah tanjakan aku melihat anak dan ibunya yang menggenggam aqua gelasan sambil menunduk. Langkah selanjutnya kutemukan nenek yang sedang mengelap lelehan air di pipinya dengan baju hitam usang yang dikenakan. Aku terheran lalu merogoh uang di kantong celanaku, dan menemukan selembar lima ribu dan dua puluh ribu. Aku berpikir untuk tidak memberinya karena aku tidak punya recehan. Apalah arti lima ribu untukku? Membeli sebuah minuman berwarna yang buatku cepat mati? 

Aku memasukkan lagi uang-uang 'mahal' ku itu kembali ke celana dan terus melangkah. Banyak barang yang dijaja di sana. Kacamata, buku bajakan, ikat pinggang, amplop untuk lebaran, dan lainnya di sebelah kiri. Di sebelah kanan aku berpapasan dengan anak kecil yang berjalan tanpa alas kaki, tengah menghisap rokok dalam-dalam tanpa peduli bahaya kebulan asap itu telah merasuki tubuhnya. Kenapa?

Jalan menanjak terasa cukup capai. Sungguh gerah dan ingin segera sampai. Namun orang-orang yang mengadu hidup disana seakan tidak perduli demi mengais sesendok nasi untuk hidup setidaknya hingga besok pagi. 

Seharusnya aku bersyukur. Banyak bersyukur.

Senin, 08 Agustus 2011

anak kecil bermimpi

ingin menari-nari
di bawah hujan
dengan kaki telanjang
memeluk angin sore
memakai gaun mini bunga-bunga
menggandeng tanganmu

tertawa

menunggu langit tetap oranye
tanpa ada hujan di pelupuk mata

menggenggam dan takkan pergi
sambil menyeruput limun hangat

tertidur lama sekali
di balik selimut kamarku

Kamis, 04 Agustus 2011

estetika adalah egois

lembaran huruf yang tertulis dengan kesetanan
menjawab lipatan-lipatan pembelajaran sendiri
dan ketika semua orang kau paksa untuk mengerti
apakah mereka memberi hati pada estetika pribadi?