Rabu, 22 Oktober 2014

U.

Ada hal yang tak kau ketahui
Namun kerutan mata kita sama
Kita mengerti makna

Di jalanan sore itu
Aku termangu

Ketika senandungmu sewaktu hujan
Seirama dengan langkahku sebulan yang lalu
Kita terpaku

Ketika sesungguhnya dalam satu waktu
Ada satu perseribu sekon detak jantungku dan kamu menderu
Mengingat nama satu sama lain dalam doa yang sendu

Jangan ragu
Jangan salahkan waktu
Jangan lagi berlalu

Duduklah di sampingku
Mungkin Tuhan sudah tahu.

Selasa, 21 Oktober 2014

Pisau.

Pisau ini pernah tumpul
Dipakai begitu keras hingga pundi-pundi terkumpul
Tak pernah menangis, apalagi memukul
Karat yang menghiasi tak malu dia pikul

Pisau ini pernah tumpul
Dan masih tumpul

Aku tersenyum simpul
"Boleh kubawa pulang?"
Kusembunyikan pisau itu di balik dengkul
Mengasahnya perlahan hingga kilatnya muncul

"Mengapa kau sibuk mengasahnya, Dik? Pisau ini?"

"Supaya bisa bersiul", sahutku.
Sahutku pada dunia yang penuh gumul.

Rabu, 01 Oktober 2014

apakah kau punya cinta yang horizontal.



langkahmu ringan. daun berjatuhan.
sore itu teduh, seperti tatapanmu.
senandungmu terngiang. membekas di awan.

lalu hujan.


mestakung.


kamu tersenyum.


sepasang burung gagak duduk di atas tiang, melihatmu dari ketinggian.
mereka turun perlahan, ke jalanan.
menatapmu, mencicit pelan, menunggu disayang.


lalu pelangi.


mestakung.


kamu tersenyum.

Sabtu, 21 Juni 2014

Setangkai mimpi yang wangi

My Cherie Amour (cover by me)

Selamat pagi.
Aku dibangunkan aroma senyumanmu yang begitu wangi
Kamu masih tertidur sembari menggenggam pelangi
pelangi sisa pergelutan malam ini

Angin berhembus pelan ke rambutmu yang hitam
Mengingatkanku pada masa-masa yang kelam
Tetap tertawa, meskipun terkadang geram
Kita yang kini saling menggenggam

"Kamu akan tetap di sini, di balik kehangatan ini
Jangan bersedih hati, ataupun menggigit jari
Aku menyayangi kita, itu pasti...."
- Bisikku kepada mimpi.





Senin, 03 Februari 2014

pangku.

Mari dengarkan tipis-tipis: Teman Hidup (cover by Senjah)


gerimis tak pernah tipis.
kau pun malu untuk meringis.
jangan takut, jangan menangis.
mari duduk di pangkuanku.
kita bercerita sembari menunggu.
hingga pagi menidurkan langit kelabu.

hujan.

kau melolong.

hari ini tetap hujan. hidungmu basah. kau ingin mengeluh pada matahari, mengapa dia tak kunjung datang. namun suratmu tak pernah dibalasnya, surat yang kau bisikkan pada gorong-gorong dan percikan hujan. dia masih malu. langit masih abu-abu.

alunan musik yang lamban terus berputar di dalam angan. lagu-lagu di tahun sembilan puluhan. lagu yang punya mantra. memaksa. kau harus mendengarkannya.

lalu kau mengingatku.
aku yang berani.

matahari masih menyengat. aku mengenakan sepatu berduri. langkahku mantap dan dagu tegak berdiri. wajahku menyemu merah dengan kulit yang terbakar. aku bahagia. dan menyala.

kau tersenyum mengingat itu. dengan matamu yang sendu.

kau bukanlah aku yang seperti itu. yang berkelana mencari jejak sejarah. mengikat kencang tali sepatu untuk berlari melawan arah. aku dan kau serasa tak sedarah.
kulitku kuning pucat dan tak tega menopang yang berat-berat. hidungku selalu basah dan hanya bisa mendesah, membayangkan kapan matahari pulang dan kau tengah berlari kencang.

masih ada langit yang abu-abu pagi ini.

matahari masih pergi, aku tetap mati.