Selalu ada senyum yang menyemburat di antara kedua pipimu.
Tersimpan di sana, aman, dan terkunci rapat. Senyum itu bukan untuk
siapa-siapa; atau mungkin tertuju pada dia, namun kamu tidak pernah
mengutarakannya.
Senyum tidak hanya ada di bibirmu, sorotan matamu yang lugas
namun tak kaku juga mengaku. Seperti kepakkan sayap elang menuju mangsa yang
berteriak di balik semak, matamu bergelora, menimbulkan rasa yang lebih dingin
dari biasanya – menusuk tulang dan menolak untuk pulang.
“Hari ini aku dapat
tiga. Kulubangi semua kepalanya. Sekarang duduklah di sini, aku hendak mengasah
taringku dulu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar