Sabtu, 10 September 2011

pagi, hujan, dan spons

aku berteduh di balik hujan, pepohonan yang ramah menyuruhku menunggu lelehan air dari langit berhenti memukau semesta. hari itu aku hanya memakai celana pendek dan kaus tipis, lupa pakai alas kaki. aku senang sendiri menunggu di tempat seperti ini, setidaknya aku bisa berpikir sebentar-tentang apa saja. tentang masa depan nanti, tentang yang pernah dilewati, tentang apa yang muncul di mimpi, tentang arti menunggu, atau tentang patah hati. tanganku membelai putri malu yang tumbuh di balik batu, mereka menunduk dengan kemayu.
perutku bergetar, oh aku lapar. pagi tadi saat bangun aku langsung berlari kesini, aku ingin mengejar matahari pagi yang mungkin bisa kudapatkan baik-baik di sini. tadi ibu berteriak agar aku melahap roti panggang isi saus jeruk dulu, tapi aku hanya tertawa dan melanjutkan irama kakiku. yah, maaf ibu sekarang aku kelaparan dan langit masih menangis. mungkin jika menutup mata akan melupakan semuanya. gelap, dan biarkan alam yang berbicara.
tiba-tiba kudengar hal yang tak biasa. derap langkah yang besar dan mengguncang. aku pikir ini gempa, namun saat aku membuka mata, tampak pria bertubuh raksasa dari kejauhan. aku mundur, mendekap pohon, itu siapa?
di balik hujan ia terus berjalan. dia membawa sesuatu, sebuah mangkuk coklat yang ditutupi daun maple besar. dia berjalan ke arahku setengah berlari. aku mulai pasrah dan mata tak mau terkatup, menunggu hal besar akan mengubah hidupku. dia sudah tepat di depanku.
matanya berkaca-kaca dan pipinya kemerahan. tangannya mengarahkan mangkuk coklat itu ke depanku. aku mengambilnya sambil setengah tersenyum.
mangkuk ini hangat. sup krim jamur dengan potongan keju di atasnya memenuhi mangkuk ini. dia baik sekali. aku segera menyeruput sup ini, seperti sedang berbaring di kebun ilalang musim panas, hangat sekali.
aku tersenyum pada pria raksasa itu, dan ia membalas tersenyum. ia duduk di sebelahku dan terdiam. kami diam untuk waktu yang cukup lama. entah mengapa terasa begitu nyaman. kami berbicara dalam hati, tentang siapa dia, mengapa ada di sini, apa mimpi-mimpinya, apakah dia suka pada hujan, dan mendengar suara angin di musim semi.
kurasa aku terlalu banyak berkhayal, teman-teman sudah menguap jika kuceritakan mimpi-mimpiku. namun pria ini tidak. ia seolah menunggu sambil terdiam, dengan mata berkaca-kaca dan pipi merahnya. ia hangat, dan menyerap banjiran kata-kataku, seperti spons.
hujan berhenti, langit cerah lagi. mungkin ini saatnya kami pergi. aku memandangnya dan bertanya dalam hati, apa cuma hari ini?
ia mengambil mangkuk coklat dari tanganku. matanya membisikkan sesuatu, "tunggu di pagi hari saat lelehan langit menyapamu, kita akan duduk di sini, bersama rerumputan dan batu yang basah, lagi."

tawa renyah tak bisa kusembunyikan dari hadapannya. dengan telapak kaki penuh tanah basah aku berdiri setengah berlari ke rumah. pagi dan hujan, kembali datanglah. aku ingin memeluk spons itu, dan bercerita, sebanyak-banyaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar