Senin, 27 Februari 2012

bodoh

hari itu dia memakai kuteks ungu tua dengan sedikit memar di wajahnya. baju renda-renda hitam dengan bagian punggung yang sudah robek -- entah siapa pelakunya. ia membetulkan maskaranya yang telah luntur sampai dagu. hari itu tidak hujan, namun ada badai yang menusuk tulang. dia membawa payung yang katanya dapat menghalau panas matahari dan tangisan langit -- tapi tak bisa halau air yang ada di pipinya. dia berjalan dengan gontai ke arah lorong gelap berisi tong sampah dan anjing-anjing lapar yang meraung-raung mencakar aspal. dia ingin teriak namun suaranya parau, lalu dia tertawa kencang-kencang sampai tergema ke seluruh kota dan membangunkan lampu-lampu apartemen. 'ini hidupku! masa bodoh dengan kalian semua!' teriaknya dengan suara melengking dan hidung yang basah. mereka yang memandangnya dari jendela menganggapnya bagian dari orang-orang gila. dia masih terus berjalan ke lorong itu, lorong gelap yang tak pernah ada yang tahu ujungnya. sepatunya terlalu tinggi untuk dia berlari, ditambah tidak ada makanan yang masuk ke dalam tenggorokannya dalam empat hari itu. payungnya kemudian dilempar, bersama dengan sepatu tingginya, dan baju renda-rendanya yang usang, kini dia telanjang. 'ini hidupku! masa bodoh dengan kalian semua!' teriaknya lagi, dan beberapa orang di apartemen yang tengah bermimpi menganggap ini deja vu. dia berlari menuju ujung lorong gelap itu dan berteriak ketakutan setengah senang. karena di ujung lorong itu ada jalan mati -- jalan menuju kematian, dengan jurang yang menganga di bawahnya, menunggu mangsaan yang akhirnya datang juga, yang kini telah menyerah pada kehidupan yang dahulu dia bangga-banggakan. beberapa orang di apartemen sempat mendengar sayup-sayup suaranya yang parau, 'ini matiku! masa bodoh dengan kalian semua!'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar