Minggu, 04 Maret 2012

bumerang

ada yang patah

senyummu.

awalnya ayunan itu menggendongmu dan mengajakmu tertawa, namun perlahan angin juga setuju untuk menambah alunan maju mundur tubuhmu. kakimu tak kuasa berpijak di tanah setengah basah -- kau menutup mata seolah terbang namun tetap berpegang.

DIAM, ANGIN!

sepertinya angin kerasukan, ayunan merah tua ini membawamu terlalu kencang, kau mencoba untuk tak minta tolong siapapun, dan jangan sampai terjerembap, malu katamu. kau laki-laki, dan tidak mau sekali ditertawai jika kedapatan terjatuh.

hei, kau tak bisa bohong. matamu menyiratkan ketakutan, dan mulut terkatup rapat tertanda ingin sekali muntah, muntah pada angin, pada ayunan, pada tanah setengah basah, dan padaku. kau berusaha bertahan sekencang mungkin melawan angin dengan berpegang pada tali ayunan yang membuatmu berdarah, dan telapak tanganmu terkelupas, kakimu kebas karena tertampar angin. aku menungguimu sampai lima setengah jam kala itu, langit mulai biru tua dan angin ijin pulang karena bosan dan memilih untuk makan malam.

kau bernapas dengan baik dan perlahan melepaskan tali ayunan yang kini berwarna merah, meletakkan dua kakimu di tanah basah, pelan pelan berjalan mengambil balok kayu dan berjalan cepat dan berlari dan berteriak lurus ke arah mataku.

'rasakan itu, bodoh! hati-hati menulis cerita, mereka yang tertuang bisa jadi bumerang!'


lalu aku menikmati bintang dan burung dekat kepalaku, dan cairan berwarna merah pekat. sepertinya aku sudah sampai di tempat istirahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar